Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Sinar Harapan, Jumat 31 Juli 2015
Menjadi negara maju tentu impian setiap negara di belahan dunia. Ada banyak kebahagiaan yang di dapat seluruh unsur dalam negara itu, baik pemerintah maupun rakyatnya. Bahagia karena terlepas dari belenggu kemiskinan, kebodohan, kebangkrutan, kematian akibat penyakit “miskin”, dan problematika yang biasa melanda sebuah negara. Negara maju juga akan disegani dan dikagumi negara lain. Selain itu, negara maju menjadi destinasi utama setiap orang di dunia untuk berpijak.
Demikian halnya negara kita Indonesia, yang masih setia sejajar dengan negara berkembang di dunia. Kita tentu berharap negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia ini bisa jadi negara maju. Pasalnya, berbagai persoalan hidup seperti kemiskinan yang terus membelenggu rakyat, selalu menjadi keluhan dan jeritan rakyat sejak zaman penjajahan hingga sekarang.
“Bukan lautan, hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu,” demikian sepenggal lirik lagu populer di Indonesia yang menggambarkan betapa kayanya laut Indonesia. Hampir semua jenis biota laut di dunia terdapat di laut indonesia.
Lirik lagu tersebut bukan ngawur, malah benar-benar fakta. Dengan hasil laut yang begitu berkelimpahan, rakyat Indonesia bisa sejahtera. Laut kita penuh dengan segala jenis ikan, yang bila dijual akan membuat Indonesia berada di deretan negara terkaya di dunia.
Tidak hanya ikan, laut kita berlimpah dengan minyak yang tentu bisa memutuskan “rantai impor minyak” yang sampai sekarang masih kita budayakan. Selain itu, sebagai negara kepulauan, Indonesia kaya tempat-tempat wisata pantai yang luas dan indah. Tentu, jika terekspos ke mancanegara, ini menjadi suatu kebanggan bagi kita sebab besar kemungkinan negara kita akan dijadikan sebagai salah satu destinasi negara yang wajib dikunjungi wisatawan dunia.
Kebudayaan Indonesia yang begitu majemuk dan khas bisa menarik mata orang asing untuk berkunjung. Negara kita merupakan negara yang mengakui keberagaman (diversity). Ada banyak suku, agama, ras, adat istiadat, tarian, serta peninggalan sejarah yang tidak dimiliki negara asing. Jika kebudayaan ini menarik perhatian dunia, tidak tertutup kemungkinan sektor pariwisata akan jadi salah satu lumbung khas negara.
Jika semua alam dan kebudayaan Indonesia bisa produktif, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi kaya dan maju sejajar dengan hegara-negara seperti AS, Jepang, dan Singapura. Tidak akan ada lagi yang menjerit kelaparan karena kemiskinan yang terus melilit keluarga-keluarga di negeri ini. Tidak akan ada lagi orang yang bodoh dan buta huruf (illiteracy). Tidak akan ada lagi kekerasan dalam rumah tangga, aksi premanisme, begal, perampokan, ataupun pembunuhan akibat ketidaksejahteraan rakyat.
Pertanyaannya adalah, apa mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju? Pertanyaan ini tentu sangat sulit untuk dijawab. Meski dilakukan jajak pendapat ke masyarakat, kemungkinan besar kata “mustahil” yang terlontar dari mereka.
Jawaban itu tentu realistis sebab mereka sendiri yang merasakan bagaimana hidup serbakekurangan padahal negara tempat mereka hidup begitu kaya. Ada berbagai faktor yang menyebabkan Indonesia tidak maju-maju. Ironisnya, sebagian faktor itu dilakukan pejabat-pejabat negeri ini.
Sinergitas
Pertama, kasus korupsi. Sepertinya perilaku korup di negeri ini akan susah diberantas. Dari tahun ke tahun, laporan dugaan korupsi ke KPK masih terus bertambah.
KPK mencatat lebih dari 6.000 laporan kasus korupsi pada tahun 2012. Pada 2013 ada lebih dari 7.000 laporan dan pada 2014 terdapat lebih dari 8.000 laporan. Baru-baru ini KPK menangkap tangan tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), satu pengacara, dan satu panitera di Medan saat melakukan transaksi suap terkait pengurusan perkara di PTUN Medan. Ini bukan kali pertama penegak hukum terlibat kasus suap.
Akil Mochtar, mantan ketua MK juga ditangkap KPK atas keterlibatannya menerima hadiah pencucian uang terkait kasus sengketa pilkada. Vonis penjara seumur hidup kini sudah diterimanya.
Sungguh miris melihat hukum di negeri ini. Jika pakar atau penegak hukum saja terlibat korupsi dan suap, bagaimana dengan rakyat yang buta hukum? Lantas, itukah yang bisa membuat bangsa ini maju? Dengan korupsi dan suap menyuap kah, kemiskinan di negeri ini bisa diberantas?
Kedua, kualitas pendidikan yang rendah. Kita tahu pendidikan merupakan tonggak kemajuan bangsa. Sudah menjadi rahasia umum bahwa maju/tidaknya suatu negara dipengaruhi faktor pendidikan.
Biaya pendidikan di Indonesia sekarang ini memang tidak menjadi hambatan terbesar bagi rakyat untuk mengecap bangku sekolah. Namun, ada dua permasalahan pendidikan yang sampai sekarang terus ada. Perhatian pemerintah terhadap pendidikan di kota dan di desa sangat jauh berbeda.
Pemerintah lebih memprioritaskan pendidikan di perkotaan hingga membuat ketimpangan. Salah satu contohnya adalah masalah kesejahteraan guru. Gaji guru di desa jauh lebih rendah dibanding di kota. Faktor inilah yang menyebabkan banyak guru lebih memilih bekerja di kota daripada di desa.
Ketiga, rendahnya toleransi umat beragama. Negara Indonesia kini mengakui enam agama yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Hal ini sesuai dengan isi UUD 1945 Pasal 28E yang menyatakan “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya...”
Namun, yang terjadi di negeri ini bertolak belakang dengan isi pasal tersebut. Kebebasan beragama masih belum dijunjung tinggi. Buktinya, masih banyak rumah ibadah seperti gereja dan masjid yang dibakar. Masih banyak juga masyarakat dilarang beribadah.
Keempat, ketidaksatuhatian. Memajukan sebuah negara bukan hanya kerjaan pemerintah dan bukan pula hanya kerjaan rakyat, melainkan kedua-duanya. Namun, berbeda dengan Indonesia, yang terlihat adalah pemerintah bekerja tanpa dukungan rakyat dan rakyat tidak mau tahu.
Ketidakpercayaan rakyat kepada para pejabat membuat negara ini semakin tidak terarah. Banyak elemen masyarakat memandang pemerintah sering membuat program yang tidak pro rakyat dan tidak relevan dengan kehidupan rakyat.
Masalah-malasah di atas membuat Indonesia tertinggal dan sulit maju. Jika kita benar-benar ingin negara kita sejajar dengan negara maju, kita harus menuntaskan permasalahan di atas. Dibutuhkan kerja sama dan sinergitas antara pemerintah dengan rakyat untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik. Jika ada ketimpangan di tubuh pemerintah, sebaiknya bukan dijatuhkan, justru harus dievaluasi dan diberi masukan agar setiap program pemerintah tetap pro rakyat. Dengan begitu, negara kita Indonesia pasti akan maju.
Penulis adalah anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia dan alumnus Universitas Negeri Medan.