Jumat, 20 November 2015

Tanggap Bencana Banjir dan Tanah Longsor



Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Malut Post, 16 November 2015 

Bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan di berbagai daerah di Indonesia belum sepenuhnya usai, namun kini kita harus menyiapkan diri menghadapi kemungkinan bencana di musim hujan. Laporan dari beberapa daerah menunjukkan kerentanan alam telah memudahkan terjadinya banjir dan tanah longsor.

Dari Bogor, Jawa Barat, dilaporkan telah terjadi tanah longsor setelah hujan deras turun hingga menyebabkan satu orang tewas dan empat lainnya terluka. Menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), longsor di Bogor terjadi di empat tempat terpisah. Dan pihak BNPB mengungkapkan bahwa longsor yang terjadi di daerah tersebut bukan kategori longsor besar, melainkan longsor talud atau longsor kecil. Namun, tebing di lokasi kejadian menimbun pemukiman warga yang menjadi korban tersebut.

Dari Aceh dilaporkan potensi cuaca ekstrem di sana meningkat dan bisa membahayakan warga. Angin kencang dan hujan deras diperkirakan akan melanda wilayah tersebut selama beberapa waktu mendatang. Sementara itu, dari Karawang, Jawa Barat, juga dilaporkan kemungkinan terjadinya angin puting beliung yang bisa membahayakan warga 10 kecamatan yang selama ini memang sudah rawan bencana.

Dari Sumut dilaporkan potensi banjir besar akan terjadi hingga Desember ke depan. BMKG sebelumnya sudah melaporkan bahwa Sumut mulai diguyur hujan dari Agustus-Desember 2015. Artinya, banjir kemungkinan besar akan terjadi lagi seperti tahun-tahun yang lalu. Tak hanya itu, longsor pun bisa kembali terjadi di daerah-daerah rawan seperti di Langkat, Tapanuli tengah (khususnya Sipirok), Tapanuli Utara dan daerah perbukitan lainnya. Bahkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Langkat mengatakan setidaknya ada 13 kecamatan rawan bencana longsor di kabupaten itu. Data ini dibuktikan dengan kuantitas longsor tiap tahun terjadi di daerah tersebut. Terakhir, longsor di Langkat terjadi Januari 2015 lalu saat musim hujan dan banjir terjadi.

Masih banyak lagi daerah-daerah di Indonesia yang diperkirakan akan mengalami musibah banjir dan tanah longsor selama musim hujan yang melanda Indonesia beberapa waktu ke depan. Daerah-daerah itu tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Maluku dll.

Berbagai peringatan dari BNPB maupun BMKG tersebut harus kita waspadai agar sedapat mungkin dampaknya bisa dikurangi. Pengalaman menunjukkan setiap tahun musibah banjir dan tanah longsor selalu terjadi, seolah-olah kita tidak memetik pengalaman dengan memperbaiki kemampuan menghadapi bencana. Kita tidak boleh lagi memandang enteng masalah ini karena wilayah terdampaknya sudah sangat luas.

Menurut perkiraan BNPB, lebih dari 40 juta penduduk tanah air tinggal di daerah-daerah yang rawan terlanda banjir dan tanah longsor. Mereka berada di 274 kabupaten dan kota. Artinya, lebih separuh wilayah Indonesia rawan banjir dan longsor. Potensi bencana di negeri ini sangat luas karena lingkungan telah dibiarkan bertahun-tahun rusak sebagai dampak eksploitasi pertambangan dan pembabatan hutan.

Karena itu, setiap waktu rakyat kita dihadapkan pada berbagai bencana silih berganti. Semua terjadi karena pemerintah melakukan pembiaran. Lihat saja dalam kasus bencana asap akibat pembakaran hutan. Kita lemah dalam penegakan hukum (law enforcement) sehingga perusakan, pembalakan, dan pembakaran hutan terus terjadi.

Rakyat selalu menjadi korban. Mereka juga seperti ditinggalkan. Dalam menghadapi banjir dan tanah longsor, tak pernah ada tindakan serius dan berkelanjutan dari pemerintah untuk menyiapkan warga menghadapi bencana. Mestinya ada program berkelanjutan, mulai dengan penyuluhan tingkat kerawanan wilayah, kemudian menyiapkan langkah-langkah antisipasinya, termasuk persiapan evakuasi bila bencana benar-benar terjadi.

Warga selalu dihadapkan pada situasi mendadak tanpa persiapan sehingga banyak dari mereka tidak mampu menyelamatkan diri. Warga selalu mati sia-sia, padahal semestinya risiko itu bisa diminimalkan bila ada peringatan dini sebelumnya. Bukan hanya menghadapi banjir dan tanah longsor, melainkan juga bencana lain, seperti gempa bumi, gunung meletus, dan kebakaran lahan.

Pemerintah perlu menetapkan daerah-daerah rawan longsor dan angin puting beliung, kemudian memberitahukannya kepada masyarakat. Kita memiliki banyak ahli yang menguasai masalah ini sehingga tidak ada alasan pemerintah tidak mampu memberikan layanan informasi bencana ini kepada warga. Persoalannya terletak pada kesediaan aparat untuk terjun ke lapangan mendekati warga. Ini soal mentalitas yang harus segera dirubah. Kita membutuhkan pejabat yang lebih berorientasi pada pelayanan publik, sebagaimana gaya pendekatan Presiden Joko Widodo.

Penanganan bencana tidak bisa lagi bersifat ad hoc. Pendekatannya harus bersifat integral dan berkelanjutan, tidak hanya fokus saat terjadi situasi tanggap darurat. Karena itu, negara harus terus-menerus hadir dan melayani warga, menyelami keluhan, dan kegelisahan mereka serta mencari jalan keluarnya. Negara mesti memikirkan bagaimana agar rakyat terhindar dari bencana serta membiayai sarana dan prasarana pencegahannya sehingga risiko bisa diperkecil. Itu karena sikap sembrono dan tidak peduli yang selalu menyebabkan risiko yang harus ditanggung masyarakat bertambah besar.

Bencana banjir yang bersifat musiman semestinya bisa kita hindari bila para pejabat tidak sembrono dan menjalankan tugas dengan baik. Hutan kita tak perlu gundul, bukit-bukit tetap tegak, serta rawa-rawa dan persawahan tidak berubah menjadi perumahan dan mal. Bahkan para remaja tak harus kehilangan lapangan bola seperti yang banyak terjadi belakangan ini. Dengan demikian, sebenarnya dampak bencana ini masih bisa diminimalkan, bahkan mungkin bisa dicegah bila tidak ada berbagai penyimpangan seperti selama ini.

Hal lain yang juga merisaukan adalah masalah akuntabilitas dalam penglelolaan  dana. Rakyat dari waktu ke waktu selalu disuguhi kabar mengenai banyaknya pejabat yang menyelewengkan dana bantuan sosial dan anggaran lain yang seharusnya menjadi hak rakyat, terlebih rakyat yang terkena bencana. Banyak kasus korupsi angaran sosial, seperti yang sudah terkuak di berbagai daerah selama ini.

Oleh karena itu, kita meminta pemerintah lebih mempersiapkan diri menghadapi berbagai kemungkinan bencaca alam. Terutama di daerah-daerah rawan bencana, pemerintah daerah harus aktif melakukan sosialisasi kesiapan warga agar mereka siap sewaktu-waktu mampu melakukan tindakan terbaik menghadapi bencana.

Penulis adalah Anggota Initiatives of Change (IofC) Indonesia dan ALumnus Universitas Negeri Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar