Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Lampung Post, 1 Juni 2015
Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dijadwalkan
pada bulan Desember tahun 2015 ini, Indonesia mesti meniru strategi Jepang yang
sangat memproteksi secara besar-besaran industri otomotif dan sektor pertanian
dengan mengenakan pajak impor yang sangat tinggi. Saat ini, Indonesia dalam
merespon liberalisasi justru melakukan kejahatan terhadap petani dalam negeri
misalnya dengan mengimpor gula mentah tanpa kendali saat panen tebu, impor
beras saat pasokan beras dalam negeri masih mencukupi, dan menerapkan harga
gabah yang rendah.
Di sektor otomotif, pemerintah Jepang juga membuka pintu
impor mobil yang sangat lebar dengan mengenakan pajak rendah untuk mobil yang
sebenarnya tidak sesuai dengan kriteria mobil hijau atau low cost green car
(LCGC). Dalam hal ini, perlu komitmen pemerintah untuk mendukung industri
otomotif dalam negeri agar bisa membangun negeri sendiri. Sedangkan untuk
pertanian, pemerintah harus membangun kemandirian pangan dengan kebijakan-kebijakan
yang pro petani.
Di sektor pertanian, Jepang sangat menutup impor pangan
dengan subsidi dan tarif impor yang sangat tinggi. Subsidi dan proteksi
produksi pangan mencapai 67 persen hasil petani Jepang dalam nilai yen.
Sedangkan petani RI, produksi kurang dari 40 persen dalam rupiah. Padahal harga
jual gabah petani Amerika dan beras Jepang empat kali lebih tinggi di harga
pasar domestik Jepang dan enam kali lebih tinggi dari beras petani Indonesia.
Seluruh hasil pertanian Jepang dianungi dibawah satu federasi koperasi raksasa
Jepang yang sama kuatnya melawan perusahaan multinasional dunia seperti
Cargill. Sedangkan petani Indonesia masih dimakan oleh tengkulak dan sistem
ijon. Jadi apakah bisa petani tebu rakyat dipaksa melawan gula mentah impor
pada saat panen raya? Pastinya tidak. Apalagi banyak oknum pejabat pemburu
rente menjual ijin impor yang secara sistematik membunuh petani sendiri.
Harga pasar gula di Jepang sekitar 2-3 kali harga gula di
Indonesia. Bahkan Jepang mengenakan tarif impor senilai 100 persen. Jika ada oknum
pejabat yang mengeluarkan ijin impor itu kejahatan dan di dalamnya pasti ada
iming-iming. Ini yang harus disidik polri. Karena akibatnya, rakyat yang di
ladang tidak pernah merasakan perbaikan nasib. Apabila pejabat terkait seperti
menteri perdagangan, menteri pertanian dan menteri bidang ekonomi lain tidak
memahami fenomena ini maka kemampuan mereka layak dipertanyakan.
Permainan Impor
Kebijakan otomotif yang kontra produktif adalah kolusi
penghapusan pajak impor mobil. Dalih mobil LCGC yang dipaksakan adalah satu
contoh permainan impor kenderaan dan komponen yang menggerus devisa nasional.
Komponen mobil Indonesia hampir semuanya atau 99 persen impor. Kebijakan itu dibuat
oleh oknum pejabat korup yang menghasilkan kebijakan korup. Kalau pejabat yang
mengeluarkan ijin seperti ini tidak diberantas, Presiden Jokowi tidak akan
mungkin berhasil menjalankan program-program pro-rakyatnya.
Sebagai perbandingan, AS masih mengenakan tarif pajak 25
persen untuk impor mobil. Namun Indonesia, justru menurunkan tarif menjadi 5
persen. Apalagi untuk jenis LCGC yang kriterianya dimanipulasikan, pajaknya
malah 0 persen. Sekedar informasi, LCGC bukanlah kriteria green car. Akibat
pembebasan impor, mobil dijual dengan harga murah sehingga membanjiri pasar dan
mengakibatkan jalan tambah macet. Ini mengakibatkan hilangnya waktu kerja 3-5
jam. Apabila industri dalam negeri baik otomotif maupun agribisnis berjalan sendiri-sendiri
tanpa dukungan pemerintah maka Indonesia akan kalah bersaing dengan
negara-negara lainnya.
Belum ada kata terlambat bagi pemerintahan Jokowi untuk
mengembangkan industri otomotif dan pertanian negeri. Pemerintah bisa belajar
dari Jepang yang berkomitmen dan konsisten dalam mengembangkan
industri-industri khususnya otomotif dan pertanian yang ada di negaranya.
Dengan mengembangkan keduanya, maka bisa dijamin solusi untuk menyejahteraan
rakyat Indonesia mulai menemui titik terang.
Penulis adalah Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia dan Alumnus Universitas Negeri Medan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar