Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Batam Pos, Sabtu 22 Agustus 2015
Henry A. Kissinger, peraih Nobel Peace
Prize tahun 1973 pernah berkata “The task
of the leader is to get his people from where they are to where they have not
been” (Indonesia: Tugas seorang pemimpin adalah membawa rakyatnya dari
tempat asal mereka ke tempat yang belum pernah mereka tempati). Jika kita bawa
ke konteks kondisi negara kita Indonesia, kalimat itu bisa dimaknai “Pemimpin
kita harus menarik rakyat Indonesia dari kemiskinan menuju kemakmuran”.
Mengangkat segala penderitaan fisik dan psikis rakyat dari tekanan hidup yang
buruk ke kehidupan yang lebih baik atau bahagia.
Tentu, ini bukanlah tugas yang mudah
dan bukan pula hanya pekerjaan rumah presiden sebagai orang nomor satu,
melainkan juga tugas para kepala daerah. Setiap program pusat juga merupakan
program daerah. Beban seorang presiden harus sama dengan beban seorang
gubernur, walikota, bupati dan pemimpin daerah lainnya. Maka sinergitas menjadi
faktor utama yang dibutuhkan untuk mewujudkan setiap program tersebut.
28 juta penduduk miskin dan 7,45 juta
pengangguran di Indonesia merupakan tugas berat pemerintah. Pemerintah daerah
seharusnya memaksimalkan penggunaan dana APBD untuk mengangkat nasib buruk rakyat
melalui program-program yang relevan dengan kebutuhan rakyat.
Tugas
Berat
Merujuk pada Pancasila, tugas pemerintah
yakni menjadikan rakyat bertuhan, beradab, bersatu, memberi keadilan, dan kepedulian
sosial. Kemudian, sesuai dengan isi amanat UUD 1945 pemerintah bertugas untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Tugas ini sangat berat dan membutuhkan
pemimpin daerah yang kuat secara rohani, fisik, psikis dan karakter. Jika saja
para calon kepala daerah bermotivasi memperkaya diri, maka posisi ini bukanlah
pilihan yang tepat. Karena selama menjabat, seorang pemimpin mesti
mengesampingkan kepentingan pribadi dan rela berkorban materi dan waktu.
Pemimpin bukanlah jabatan untuk bersantai, tetapi untuk kerja, kerja, dan
kerja.
Resiko inilah yang tidak diterima oleh
calon pemimpin negeri ini. Buktinya, banyak kepala daerah yang terlibat hukum
dengan berbagai kasus seperti korupsi dan suap. Akibat perbuatan itu, mereka
harus dinon-aktifkan sampai diberhentikan. Ujungnya, kursi kepemimpinan mereka
sebagai orang nomor satu di daerah harus diberikan kepada wakilnya sebagai
Pelaksana Tuga (Plt). Hal ini merupakan bentuk kepincangan kepemimpinan di
negeri ini.
Indonesia memiliki 34 provinsi, 420
kabupaten, dan 94 kota yang diundangkan di UU No 16 Tahun 2014. Beberapa
diantara daerah itu kini dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt). Berikut beberapa diantaranya:
1. 1. Mantan gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin yang harusnya memimpin periode
2008-2013, namun diberhentikan pada tahun 2011 karena terlibat kasus korupsi
APBD Kabupaten Langkat yang merugikan negara sebesar 98,7 miliar. Ia dijerat
hukum penjara selama enam tahun. Kursinya akhirnya diberikan kepada Plt. Gatot
Pujo Nugroho. Periode 2013-2018, Gatot terpilih menjadi gubernur Sumatera
Utara. Ironisnya, kasus yang sama kembali terjadi. Gatot kini berada dalam
tahanan KPK setelah dinyatakan sebagai tersangka (28/7/2015) usai ditangkap
tangan KPK menyuap 3 hakim, 1 panitera PTUN Medan dan seorang pengacara terkait
sengketa korupsi dana bansos di Sumatera Utara.
2. 2. Provinsi Riau yang harus malu karena pernah memiliki 3 gubernur yang terlibat
dalam kasus korupsi yakni Annas Maamun, Rusli Zainal, dan Saleh Djasit. Kini
Riau dipimpin oleh Plt. Arsyadjuliandi Rachman.
3. 3. Gubernur Banten yakni Ratu Atut
Chosiyah yang harus menyerahkan tugasnya kepada Rano Karno akibat kasus suap
yang dilakukannya kepada mantan ketua MK Akil Mochtar terkait kasus korupsi
pengadaan alat kesehatan provinsi Banten 2011-3013.
4. 4. Walikota Palembang Romi Herton bersama
istrinya terlibat kasus suap pengurusan sengketa pilkada di MK. Tugas
pemerintah kota Palembang akhirnya dimandatkan kepada Plt. Harnojoyo.
5.5. Bupati Tapanuli Tengah, Sumatera
Utara Bonaran Situmeang yang sama-sama terlibat kasus suap pengurusan sengketa
pilkada di MK. Kepemimpinannya harus digantikan oleh Plt Sukran Jamilan
Tanjung.
6 6. Walikota Makassar, Ilham Arief
Sirajuddin terlibat kasus korupsi pada Kerjasama rehabilitasi kelola dan
transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air dan Minum (PDAM) Makassar tahun
anggaran 2006-2012.
7.7. Bupati Bogor Rachmat Yasin terlibat
kasus suap terkait rekomendasi izin tukar-menukar kawasan hutan di Bogor. Tugas
pemerintahan kini dijabat oleh Plt Nurhayanti periode 2013-2018.
8.8. Bupati Karawang, Ade Swara terlibat
kasus suap dari hasil pemerasan terkait izin penerbitan Surat Persetujuan
Pemanfaatan Ruang (SPPR). Kepemimpinannya digantikan oleh Plt Cellica
Nurrachadiana.
9 9. Bupati Lombok Barat, Zaini Arony yang harus berurusan dengan hukum
akibat kasus pemerasan yang dilakukannya terkait izin pengembangan kawasan
wisata. Selain itu, Bupati Biak Numfor yakni Yesaya Sombuk juga terlibat kasus
suap. Kini tugasnya dibebankan kepada wakilnya Plt H. Fauzan Khalid, S.Ag,
M.Si.
Mirisnya, Kemendagri RI mencatat bahwa
sepanjang tahun 2011 terdapat 173 kepala daerah/wakil yang berkasus. Kemudian
di tahun 2012, angka itu meningkat menjadi 235 kasus, tahun 2013 naik lagi
menjadi 291 kasus dan tahun 2014 lebih dari 300 kasus. Jadi, bisa digambarkan
bagaimana sebenarnya kondisi negara kita NKRI ini. Sungguh karut-marut bukan? Lantas,
inikah tujuan dan amanat dari Pancasila dan UUD 1945?
Evaluasi
dan Ketegasan
Ini menjadi bahan evaluasi bagi
pemerintah dan rakyat Indonesia. Sebab kita (rakyat) selaku pemilih turut andil
di dalamnya. Kebutaan kita pada hukum dan ketidakpedulian kita terhadap
kualitas calon pemimpin kita menjadi faktor kuat mengapa pemerintah daerah kita
pincang moral
Tidak bisa dimungkiri saat Pilkada
dilakukan, masih banyak kepala daerah yang melakukan money politic dan kita dengan bangganya menjadi korbannya.
Lagi, kita masih mudah terbius dengan segala janji manis calon-calon kepala
daerah tanpa melihat rekam jejak hidup mereka. Apakah mereka sudah berkarya
bagi daerah kita sebelumnya, apakah mereka taat beribadah dan apakah mereka
mengerti arti memimpin, tanggungjawab dan berkorban.
Saatnya kita selaku masyarakat
mengevaluasi diri. Mulai untuk peduli terhadap daerah sendiri, bijak memilih
pemimpin dan tidak mudah terpengaruh dengan janji bahkan uang yang ditawarkan
para calon kepala daerah di masa-masa kampanye. Jika pun mereka berbuat curang,
mari laporkan ke pihak berwenang. Biarkan hukum atau UU yang berlimpah di negeri
ini yang menjeratnya. Tidak ada kata terlambat, 9 Desember 2015 mendatang,
negara kita akan mengadakan Pilkada Serentak di Indonesia. Mari memilih dengan
bijak.
Tak hanya rakyat, pemerintah juga harus
segera membasmi tikus-tikus di daerah. KPK dan Kepolisian sbukan waktunya lagi
untuk bertikai. Keduanya harus bersinergi menyingkirkan kepala daerah yang
nakal. Pemerintah juga harus mematahkan niat oknum-oknum yang ingin melemahkan kinerja
KPK. Karena KPK sangat dibutuhkan di negeri ini. Jika tidak ada KPK, bisa
dibayangkan betapa merajalelanya para koruptor negeri ini.
Pemerintah harus tegas memberikan
hukuman kepada kepala daerah yang bermasalah terutama koruptor. Koruptor tidak
jauh beda dengan pengedar narkoba yang sama-sama ingin membunuh rakyat secara
perlahan dan terselubung. Jadi, kalau pengedar narkoba bisa dihukum mati
bagaimana tidak untuk para koruptor. Sama-sama pembunuh rakyat bukan? Jadi
pemerintah, harus mempertegas hukum di negeri ini agar memberi efek jera bagi
siapa saja yang melanggarnya. Sebelum itu, tentunya pemerintah (pusat) harus
lebih dulu menjadi teladan dengan tidak melakukan hal serupa.
Parta-partai politik pun perlu
berkontribusi. Pasalnya, hampir seluruh kepala daerah semasa Pilkada didukung
oleh partai politik. Harapannya, partai politik mengutamakan rekam jejak yang
baik pada calon kepala daerah yang
diusung, bukan fokus pada kepentingan partai.
Berawal dari evaluasi dan kesadaran
bersama ini, semoga NKRI semakin baik. Tidak ada lagi kepala daerah yang
korupsi dan berkasus. Rakyat miskin dan pengangguran bisa digenapi haknya. Dan
semua amanah Pancasila dan UUD 1945 terwujud.
Penulis adalah Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia dan Alumnus Universitas Negeri Medan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar