Minggu, 11 Oktober 2015

Akhiri Krisis Kepercayaan di Parlemen

Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit:  Harian Medan Bisnis, 12 Oktober 2015

Di tengah krisis perlambatan ekonomi di era pemerintahan Jokowi-JK yang berdampak buruk terhadap kesejahteraan rakyat, tanpa disadari, parlemen atau DPR/MPR RI yang mestinya jadi penyeimbang kekuasaan pemerintah nyatanya juga mengalami krisis yang sepertinya akan jauh lebih berdampak buruk apabila tak segera dikhiri.
Berbagai lembaga survei telah melakukan jajak pendapat dan hasilnya menunjukkan, citra parlemen selalu jadi yang terburuk di mata publik. Perlu kita ketahui, citra yang buruk ini menjadi indikator bahwa parlemen mengalami krisis kepercayaan. Dalam kondisi demikian, parlemen akan sulit dipercaya mampu membangun hubungan baik dengan pemerintah dan nonpemerintah sebagai mitra kerjanya.

Krisis kepercayaan kepada parlemen memuncak setelah sejumlah kasus yang terjadi beberapa waktu terakhir. Pertama, perihal Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto dan wakilnya, Fadli Zon, yang ikut menyukseskan kampanye Donald Trump, salah satu bakal calon presiden Amerika Serikat yang diusung partai Republik. Kedua, kontroversi kunjungan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan ke Tiongkok. Ketiga, terkait kenaikan tunjangan DPR RI yang memicu kemarahan rakyat di tengah krisis global yang semakin memiskinkan rakyat. Masih banyak kasus lainnya yang secara umum memerahkan rapor parlemen.

Krisis kepercayaan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, harus segera diakhiri sebelum menyentuh titik nadir yang mustahil bisa diatasi. Pasalnya, dampak ketidakpercayaan itu semakin dekstruktif. Secara umum, krisis kepercayaan kepada parlemen juga merupakan indikator ketidakpercayaan publik kepada partai politik.

Padahal kita tahu, fungsi partai politik sesungguhnya sangat signifikan dalam negara demokrasi, yaitu sebagai salah satu pilar yang di dalamnya terakumulasi proses-proses perencanaan pembangunan bangsa secara umum. Jika pilar demokrasi ini tidak dipercaya lagi, artinya masa depan demokratisasi di negeri ini akan suram. Setiap anggota parlemen seharusnya benar-benar paham apa-apa saja yang mestinya dilakukan untuk menaikkan citranya.

Parlemen merupakan wadah penampung aspirasi publik. Karenanya, sudah seharusnya setiap anggota parlemen mendapat dukungan, terutama dalam melakukan kontrol atas kinerja pemerintah yang saat ini dinilai kurang baik. Sikap sinis publik selama ini mesti dihentikan dengan cara mulai menyusun agenda atau program kerja yang konstruktif dan terukur.

Untuk melakukan kontrol secara efektif, saat pemerintah menetapkan program kerja Nawacita dengan sejumlah quick wins di setiap kementerian, sebaiknya parlemen juga menyusun agenda yang bisa menarik perhatian publik. contohnya, setiap komisi di parlemen mengumumkan program-program unggulan, terutama di bidang pengawasan dan regulasi. Prioritasnya tentulah disesuaikan dengan kebutuhan komisi-komisi yang dibentuk dengan mengaitkannya dengan kebutuhan rakyat.

Selama setahun kinerja parlemen, publik sebagai konstituen/pemilih tidak mengetahui secara pasti apa yang sedang dan akan dilakukan anggota parlemen. Ironisnya, publik mengenal parlemen dari hal-hal buruk yang dikerjakan. Jadi, melalui pengumumkan program-program unggulan yang konstruktif bagi kehidupan masyarakat itu, pasti akan membuat publik senang dan tidak menyesal karena telah memilih mereka.

Apabila parlemen mampu merencanakan dan melakukan program-program yang konstruktif, pemerintah tinggal menyesuaikan diri. Meskipun cara kerja parlemen berbeda dengan pemerintah, namun kita yakin tujuan masing-masing tentulah untuk mempercepat keluarnya Indonesia dari krisis, terutama krisis ekonomi. Energi-energi positif yang ada di parlemen dan pemerintah selayaknya diarahkan demi kepentingan itu. Karena, banyaknya rakyat miskin di republik ini telah memperlambat pemulihan ekonomi. Kekeukeuhan untuk keluar dari krisis ini mestinya juga menjadi tekad dari pemimpin-pemimpin politik.

Bagaimanapun, selama masa kampanye, kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden itu telah sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik dalam diri mereka untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Sejumlah slogan telah mereka kumandangkan dengan nada yang menggairahkan. Daripada terus bertengkar, sebaiknya masing-masing kita berpikir untuk bisa menyumbangkan kontribusi terbaik yang dimiliki demi kepentingan yang lebih luas. Bukan malah kita berharap pemerintahan baru akan jatuh di tengah jalan.

Selaku wakil rakyat partai politik dan konstituen politik di daerah pemilihannya, anggota parlemen memiliki peran untuk mengumpulkan berbagai gagasan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas ini. Selain memang harus menjalankan tugasnya, baik di bidang pengawasan, legislasi maupun penyusunan anggaran, anggota parlemen punya beban lain yakni menampung aspirasi rakyat.

Jadi, jangan sampai agenda pribadi maupun partai politik untuk tujuan internal masing-masing menggantikan agenda-agenda nasional, terutama untuk menata Indonesia baru agar tampil lebih baik dan apik di masa mendatang. Karenanya, prioritas program parlemen sepatutnya ditujukan kepada persoalan riil yang dihadapi masyarakat.

Penulis adalah anggota Initiatives of Change Indonesia, Jakarta dan Alumnus Universitas Negeri Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar