Sabtu, 20 Juni 2015

Belajar dari Fenomena Artis Meninggal


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Analisa, Sabtu 20 Juni 2015

Sejak awal hingga pertengahan tahun 2015 ini, dunia hiburan tanah air seakan tidak ada henti-hentinya dirundung duka. Pasal­nya, berbagai pelaku seni ibukota menghem­buskan nafasnya di tahun ini. Berbagai media baik cetak maupun elektronik berkontribusi untuk mengabarkannya ke masyara­kat. Berbagai respon duka dihaturkan masyarakat yang se­yogianya adalah para fans dari artis-artis yang meninggal tersebut.

Meninggalkan Nama dan Karya

Ada banyak artis ibukota yang meninggal. Akan tetapi kepergian mereka meninggalkan banyak karya yang melekat di ingatan kita dan masih tetap bisa kita nikmati. Tentu kita masih ingat Verrys Yamarno yang berperan sebagai Mahar dalam film Laskar Pelangi. Bocah yang berperan sebagai sosok periang dan menyukai musik dan nyanyian melalui radionya di film Laskar Pelangi itu meng­hem­buskan nafasnya pada bulan Januari lalu. Meskipun masih muda, tetapi Verrys yang terakhir diketahui berstatus mahasiswa di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) semester III ini, sudah berkontribusi menghi­bur kita dan mensugesti kita untuk tetap periang dan tersenyum melalui aktingnya di film itu.

Rinto Harahap, seorang musisi lawas ini meninggal dunia pada bulan Februari lalu. Pelantun lagu populer 'Ayah' ini meninggal akibat kanker yang diidap­nya. Selain 'Ayah', ada banyak lagu-lagunya yang populer seperti Ibu, Kuingin Cinta Yang Nyata, Hari Telah Berganti, Seindah Rembulan, Akupun ingin Cinta, Hatiku Bernyanyi dan lain-lain. Masih di bulan Februari, aktor senior Indonesia Alex Komang meninggal dunia. Aktor 1980-an ini dikenal dengan berbagai perannya di beberapa film seperti Doea Tanda Mata (1985), Ibunda (1986), Pacar Ketinggalan Kereta (1989), Cau Bau Kan (2002), Laskar Pelangi (2008), dan Romeo Juliet (2009). Di bulan Maret, dunia peran kembali berduka setelah berpulangnya aktor 80-an Frans Tumbuan. Aktor yang ditenga­rai meninggal akibat penyakit diabetes ini, telah lama berkarya di industri perfilman tanah air. Beberapa filmnya yang populer yakni Jangan Ambil Nyawaku (1981), Kadarwati (1983), Har­ga Sebuah Kejujuran (1988). Bukan hanya itu, beliau juga sempat bermain bersama aktor-aktor Hollywood. Misalnya, film Peluru & Wanita (dengan Chris North), Blood Warriors (Frank Zagarino dan David Bradley), Bidadari Berambut Emas (Cynthia Rothrock).

Masih di bulan Maret, dunia komedi dikagetkan dengan meninggalnya Olga Syahputra. Seniman serba bisa ini menyisa­kan duka mendalam bagi masyarakat In­donesia yang sangat menyukai keceriaannya dan kepedulian­nya kepada sesama. Sosok yang menginspirasi ini juga banyak menya­bet penghargaan di beberapa Awards di Indonesia, se­perti Panasonic Gobel Awards dengan kategori presenter dan komedian terfavorit. Di bulan April, dunia komedi masih diselimuti duka atas meninggalnya Mpok Nori, komedian yang sudah berkiprah puluhan tahun yang lalu. Pelawak yang kental dengan logat betawi dan suaranya yang cempreng ini sangat berkesan bagi penikmat komedi tanah air. Meskipun sudah sangat tua, tetapi kecintaannya untuk menghibur masyarakat melalui komedi masih sangat kuat yang dibuktikan melalui eksistensinya di layar televisi.

Terakhir, di bulan Mei kita dike­jutkan dengan meninggal­nya aktor senior Indone­sia, Didi Petet. Aktor yang sudah lama me­lang­lang buana di industri perfilman ini begitu sangat dikenal masyarakat lewat aktingnya di film Catatan Si Boy. Aksi lucu­nya yang menghibur masyarakat itu menjadi titik awal melambungnya karirnya di industri per­filman. Dia juga terkenal melalui akting­nya sebagai pemeran utama dalam film Si Kabayan. Dan masih ada beberapa pelaku seni lain yang menghembuskan nafasnya di tahun ini.

Refleksi dan Motivasi

Kita memang tidak tahu kapan kita akan menghembuskan nafas terakhir kita. Kita tidak tahun kapan seluruh organ tubuh ini berhenti berfungsi. Yang bisa kita lakukan adalah berkarya, berkarya dan berkarya sebelum waktunya tiba. Seperti para artis diatas, mereka meninggalkan banyak karya untuk bisa dinikmati oleh kita yang masih hidup. Lalu, bagaimana dengan kita? Sudah­kah kita berkarya selama ini?

Nampaknya, kita akan menjawab belum. Di era tingginya egosentris ini, kita enggan untuk berkarya. Kita jauh lebih banyak meng­gunakan waktu kita untuk bersenang-senang, berfoya-foya, hidup berkemewahan, boros bahkan untuk hal-hal negatif lainnya. Kita mudah berputus-asa, lelah berjuang, pesimistis dalam hidup hingga mengesam­pingkan nilai-nilai agama kita masing-masing. Kita lebih memilih menyentuh nar­koba dibandingkan mencetak prestasi di lingkungan kerja kita. Kita lebih sering membaca majalah dewasa dibandingkan dengan buku motivasi, disiplin ilmu, dan buku rohani.

Kita lebih sering mencoba-coba mengon­sumsi miras (oplosan) dibandingkan me­ngon­sumsi jus buah-buahan dan sayur-mayur yang begitu berkelimpahan di 'tanah surga' ini. Kita lebih banyak menghabiskan waktu kita di hadapan televisi dengan segala program-progam 'rekayasa' nya dibanding­kan tontonan-tontonan yang menginspirasi dan cerita nyata. Kita lebih sering mengin­jakkan kaki kita di pusat-pusat perbelanja­an diban­dingkan di rumah ibadah, toko buku dan berkumpul bersama keluarga di rumah. Kita lebih sering menghabiskan waktu untuk mengkritisi (menggosip) kehidupan orang lain diban­dingkan menciptakan suasana kekeluargaan dan kerjasama untuk berkarya di lingkungan kita. Kita masih lebih memilih 'belajar korup' di lingkungan jabatan kita daripada harus blusukan ke desa-desa untuk menyaksikan segala himpitan eko­no­mi dan penderitaan lainnya yang dialami warga yang kita pimpin. Itukah tujuan hidup kita? itukah yang kita inginkan? Harusnya tidak.

Jadi, sudah saatnya kita move on dari segala kemalasan dan keterpurukan. Dunia ke depan akan jauh lebih berbahaya dan menggerus kita jika kita tidak siap untuk bekerja dan berkarya. Kita tidak perlu menjadi seniman atau selebriti untuk bisa berkarya dan dikenal orang. Kita bisa berkarya mulai dari hal-hal kecil di lingku­ngan kita sendiri. Contohnya, kedisiplinan kita di kantor bisa menjadi nilai khusus kita dibanding dengan rekan kerja lainnya. Setelah itu, kita bisa menyokong rekan lainnya untuk berlaku disiplin juga.
Kemudian, mengisi waktu kosong dengan berkarya seperti belajar menulis baik opini, cerpen, puisi dan artikel lain di media cetak. Atau kita juga bisa mengasah bakat menulis kita dengan menciptakan cerita hidup yang nantinya bisa dijadikan novel hingga bisa dinikmati orang lainnya. Di sekolah maupun kampus juga demikian, jangan jadi siswa dan mahasiswa yang pasif, melainkan aktif baik di kelas, ekstrakurikuler dan organisasi luar sekolah atau kampus. Mari segera bangkit dan meninggalkan karya dan nama sepanjang hidup kita sebelum sang Khalik memanggil kita kembali kepadaNya. ***

(Penulis Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya, Staf Pengajar di Quantum College Medan)

Lapangan Kerja Sulit, Pengangguran Meningkat


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Waspada Online (WoL), Kamis 18 Juni 2015
 
Nampaknya, untuk menciptakan lapangan kerja berkelanjutan pada masa pemerintahan Jokowi ke depan akan semakin sulit. Ini disebabkan oleh menyusutnya sumber daya alam tak terbarukan secara drastis akibat eksploitasi berlebihan. Kondisi itu juga terjadi pada sumber daya alam terbarukan karena konsumsi jauh melampaui produksi.

Apalagi, di era semua kebutuhan sandang, pangan dan papan yang kian mahal , pada akhirnya banyak perusahaan-perusahaan yang memangkas karyawannya hingga menyebabkan pembludakan pengangguran di negeri ini. Contohnya, sejak Januari 2015 lalu industri sepatu Indonesia telah merumahkan 11.000 karyawannya secara bertahap. Di sektor pertambangan malah jauh lebih parah karena telah merumahkan ratusan ribu karyawannya. Khusus sektor batubara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan bahwa jumlah pekerjanya sudah berkurang setengah (500 ribu) dari total 1 juta pekerjanya dan masih banyak sektor lain yang merumahkan para pekerjanya. Bahkan data BPS mengatakan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia sampai Februari 2015 naik 5,8 persen dari total angkatan kerja sebanyak 128,3 juta. Dan jika perlambatan ekonomi berlanjut dan terjadi demografi, maka jumlah pengangguran dipastikan akan terus meningkat ke depannya.

Oleh sebab itu, butuh usaha yang lebih kreatif untuk menciptakan lapangan kerja berkelanjutan oleh semua pihak. Untuk mencegah bencana demografi, pemerintah dan elite politik haru segera melakukan serangkaian tindakan solutif. Menurut hemat saya, beberapa tindakan yang bisa dilakukan diantaranya sebagai berikut.

Pertama, menghasilkan kebijakan yang komprehensif dengan tujuan utama menciptakan lapangan kerja berkelanjutan, bukannya mengedepankan ego kelompok ataupun pribadi. Oleh sebab itu, kebijakan yang bersifat parsial perlu dievaluasi kembali dan diintegrasikan. Apabila kebijakan tersebut tidak dapat diintegrasikan serta merugikan unit pemerintah yang lain dan mereduksi lapangan kerja, harus segera dibatalkan agar tidak menimbulkan kerugian yang berlarut.

Kedua, pemerintah dan elite politik perlu mendorong kemandirian ekonomi. Setiap investasii asing seharusnya memiliki mitra lokal yang cukup setara, tidak sekedar sebagai pelengkap. Nah, disini dibutuhkan penguatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menjadi mitra setara terhadap investor asing.

Ketiga, dibutuhkan kebijakan ketenagakerjaan yang tegas yang berpihak kepada tenaga kerja domestik. Kebijakan yang dimaksud diantaranya mewajibkan perusahaan asing maupun domestik untuk memberikan posri terbesar bagi tenaga kerja domestik. Kebijakan tersebut harus didukung dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja domestik. Itu diimplementasikan lewat pembenahan Balai Latihan Kerja (BLK). Kemudian, perlu penguatan dan penyebaran pendidikan kejuruan di daerah dimana disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

Keempat, perlu dilakukan pembenahan pemanfaatan seumber daya alam. Untuk sumber daya pertambangan, dibutuhkan kebijakan untuk mendorong penghiliran lebih jauh. Ini tidak sekedar memperbesar nilai tambah dalam negeri tetapi juga memperlambat eksploitasii sumber daya karena perusahaan akan menjaga kesinambungan bahan baku industri pengolahannya. Di sisi lain, untuk sumber daya alam terbarukan seperti kehutanan, perkebunan, tanaman pangan dan perikanan, perlu langkah untuk meningkatkan produksi termasuk pengolahannya serta meningkatkan efisiensi penggunaannya.

Kelima, program untuk mengatasi kemiskinan yang dibuat pemerintah seperti BLT, BPJS, Kartu Sakti serta jaminan kesehatan dan kemiskinan lainnya seharusnya membuat penerimanya menjadi mandiri, bukan malah semakin membuat manja, malas dan bergantung hanya kepada pemerintah. Pada dasarnya, kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya terbatasnya peluang berusaha, tidak produktif lagi (lansia) atau belum produktif (anak yatim piatu) dan juga unsur kemalasan. Program mengatasi kemiskinan seharusnya disesuaikan dengan tiap penyebab kemiskinan tidak harus seragam.

Semoga dengan diaplikasikannya beberapa tindakan solutif diatas, pengangguran tidak terjadi lagi. Dan kita juga berharap semoga lapangan kerja semakin banyak dan terbuka untuk umum.

(Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial, Ekonomi, Pendidikan dan Politik. Staf Pengajar Quantum College Medan. Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia)

Selasa, 16 Juni 2015

Soal Pariwisata, Malaysia 1-0 Indonesia


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Waspada Online (WoL), Selasa, 16 Juni 2015


Pemerintah Malaysia gencar mengkampanyekan Tahun Festival Malaysia atau Malaysia Year of Festivals (My Fest) di tahun 2015 ini dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan asing dari seluruh dunia ke Malaysia. Untuk menyukseskannya, pemerintah Malaysia menargetkan kunjungan turis asing ke negaranya sekitar 29,4 juta orang dengan target pendapatan sebanyak 89 milyar Ringgit Malaysia (RM).

Baru-baru ini, pemerintah Malaysia menggelar Road To Asean Countries 2015 yang digelar di ibukota-ibukota provinsi yang ada di Sumatera. Mereka mengatakan, pasar Indonesia amat penting bagi industri Tourism Malaysia karena faktor penduduk negara Indonesia cukup banyak dan dengan daya beli yang cukup tinggi. Bahkan tahun 2014 lalu, Indonesia merupakan penyumbang kedua terbesar kunjungan wisatawan asing ke Malaysia. Selama Januari hingga Desember 2014, jumlah kunjungan wisatawan dari Indonesia ke Malaysia mencapai 2,827 juta orang lebih atau meningkat sebesar 11 persen dibanding periode yang sama tahun 2013 yakni sebanyak 2,548 juta orang.

Dalam hal ini, pihak Malaysia tentu sangat senang dan bangga karena banyak penduduk Indonesia memijakkan kaki ke negeri jiran tersebut dengan tujuan berlibur ataupun medical tour. Namun, pencapaian itu bukanlah mudah. Hasil maksimal yang mereka peroleh diawali dari kegencaran mereka mempromosikan semua objek-objek wisata yang ada di Malaysia hingga menarik minat masyarakat Indonesia untuk berkunjung kesana. Pemerintah Malaysia juga senang karena industri pariwisata mereka didukung oleh agen-agen konsorsium Indonesia yang telah membangun paket-paket wisata yang terjangkau ke Malaysia. Selain itu, jaringan penerbangan udara yang baik juga menjadi salah satu faktor meningkatnya kunjungan wisatawan Indonesia ke Malaysia. Sebanyak 21 penerbangan langsung selama seminggu dari Medan ke Malaysia dengan jumlah seat (tempat) sebanyak 3.360 oleh MAS dan 49 penerbangan langsung dengan 8.820 seat oleh AirAsia. Dan ada juga 4 penerbangan langsung selama seminggu dari Medan ke Ipoh dan 3 penerbangan ke Terengganu. Jadi sangat wajar bila para turis dari Indonesia banyak bepergian ke negara menara kembar itu.

Nampaknya, kita sebagai warga negara Indonesia harus gigit jari menyaksikan realita ini. Pasalnya, meskipun wisatawan mancanegara ke Indonesia naik 9,37 persen pada tahun 2014 lalu, industri pariwisata Indonesia masih kalah 1-0 dengan Malaysia. Berdasarkan data statistik, wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia hanya sepertiga dari jumlah wisatawan Indonesia ke Malaysia. Lalu apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Mengapa warga Indonesia lebih suka bepergian ke Malaysia? Hal ini tentu perlu dievaluasi oleh seluruh pihak terutama pemerintah melalui Kementerian pariwisata RI.

Namun, sesungguhnya hal ini bisa kita analisis melalui fakta-fakta di lapangan. Contohnya, pasien Indonesia lebih suka berobat ke Malaysia dibanding di Indonesia. Mengapa? Apakah dokter kita kurang pandai? Tidak, dokter kita banyak yang brilian namun pelayanan sebagian Rumah Sakit memang masih tidak memuaskan baik fasilitas dan pengabdian para tenaga kerjanya. Maklum kualitas pelayanan pekerja selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan yang mereka terima. Di samping itu, peralatan medis kita yang belum memenuhi standar Internasional menjadikan faktor mengapa medical tour dari negara lain minim ke Indonesia. Kemudian, di sektor pariwisata, apakah alam atau objek-objek wisata Indonesia tidak indah? Tidak, malah daerah wisata Indonesia jauh lebih indah daripada Malaysia bahkan negara-negara lain di dunia sekalipun. Tetapi, kelemahannya adalah karena kita kurang pandai memasarkannya ke dunia sehingga turis tidak mengetahui keindahan alam kita. Akibatnya, mereka tidak memilih Indonesia sebagai salah satu destinasi berlibur mereka. Kemudian, meskipun lokasi wisata Malaysia jauh lebih sedikit daripada Indonesia, namun baik pemerintah maupun masyarakat Malaysia sangat protektif dan tetap menjaga keindahan objek wisata tersebut. Berbeda dengan Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat sama-sama kurang peduli akan keindahan dan sanitasi lokasi-lokasi wisata yang ada. Alhasil, banyak pengunjung asing yang tidak kerasan untuk berlibur dan kapok untuk kembali mengunjunginya. Contohnya saja, danau Toba di Sumatera Utara dan danau Maninjau di Sumatera Barat. Grafik wisatawan asing yang berkunjung ke danau-danau besar dan indah itu torgolong statis bahkan sering anjlok tahun ke tahun.

Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus benar-benar menciptakan sinergi baru untuk memajukan industri pariwisata Indonesia.

Pertama, Pemerintah tidak boleh tanggung-tanggung mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk mempromosikan tempat-tempat wisata Indonesia ke mancanegara seperti expo dan exhibition. Pemerintah harus sungguh-sungguh memaksimalkan kinerja kedutaan besar Indonesia di setiap negara di dunia untuk mulai bergerak mempromosikannya. Dengan begitu, tahap pertama yakni pengenalan objek-objek wisata Indonesia berhasil.

Kedua, pemerintah perlu membenahi layanan publik di Nusantara seperti Rumah Sakit. Dipikir sangat baik jika rumah sakit yang ada di Indonesia rata-rata berstandar internasional agar warga mancanegara mau melakukan medical tour ke Indonesia. Secara tidak langsung, kita sudah memperkenalkan daerah  wisata yang ada di negeri ini.

Ketiga, di sektor pendidikan, pemeirntah lebih mengembangkan kualitas pendidikan kita agar pelajar asing mau belajar ke Indonesia. itu juga bisa jadi salah satu cara untuk mempromosikan wisata Indonesia.

Keempat, industri penerbangan Indonesia harus benar-benar melebarkan sayap ke mancanegara agar layanan penerbangan langsung dari Indonesia ke negara asing memadai. Dengan begitu, wisatawan asing mudah datang ke Indonesia.

Kelima, perlu adanya kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk menjaga keindahan, keramah-tamahan dan sanitasi lokasi-lokasi wisata yang ada di berbaga daerah di Indonesia. Contohnya tidak membuang sampah sembarangan, tidak berjualan asal-asalan dan ramah-tamah kepada turis.

Kita berharap pariwisata Indonesia tidak akan redup lagi justru bisa bangkit dan bersaing dengan pariwisata negara lainnya. Khususnya, jumlah wisatawan asing yang ditargetkan oleh pemerintah melalui kementerian pariwisata (12 juta orang) tahun ini dapat tercapai. Dan Indonesia bisa “angkat dagu” karena tidak kalah dengan negara lain, khususnya negara tetangga (ASEAN).
 

(Penulis adalah Pemerhati Masalah Pariwisata. Staf Pengajar di Quantum College Medan. Anggota Initiatives of Change (IofC) Indonesia. Alumnus Universitas Negeri Medan)

Jumat, 12 Juni 2015

Sirup markisa, 3S (Sederhana, Segar dan Sehat)




Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Kompas Zona Sumbagut (Pemenang Lomba Artikel) 2014
 

“Tanah kita tanah surga”. Kalimat ini menegaskan betapa suburnya tanah Indonesia. Hampir semua jenis tanaman bisa tumbuh di negara yang beriklim tropis ini mulai dari tanaman palawija, sayur-sayuran hingga buah-buahan.

Di tengah hiruk-pikuknya dunia kerja dengan segala tetek-bengeknya, semakin hari semakin bertambah jumlah konsumen buah-buahan. Meningkatkan antibodi  dalam tubuh menjadi alasan utama mengapa orang-orang saat ini semakin rajin mengonsumsi buah-buahan. Yang pasti, secara biologis tubuh kita sangat membutuhkan berbagai jenis vitamin agar menjauhkan kita dari segala jenis penyakit.

Salah satu buah dengan kandungan vitamin yang sangat penting untuk kesehatan tubuh kita adalah markisa (Passiflora). Buah ini tentu bisa kita temukan di toko buah ataupun tempat penjualan jus. Walaupun buah ini pertama kali ditemukan di Brazil dan tumbuh subur di sepanjang benua Amerika, kita warga indonesia juga tidak sulit menemukan buah di daerah kita masing-masing. Di Indonesia, buah ini banyak didapati di Pontianak, Makassar dan di Sumatera utara sendiri tepatnya di Berastagi.

Manfaat Bagi Kesehatan
Selain meningkatkan antibodi, buah markisa juga memiliki banyak khasiat yang tidak terdapat pada buah-buah lainnya diantaranya pertama, sebagai antioksidan yaitu untuk mencegah dan membunuh racun-racun yang bersarang dalam tubuh. Kedua, mampu menyembuhkan insomnia atau susah tidur. Ketiga, kaya akan serat yang fungsinya untuk melancarkan metabolisme makanan dalam tubuh. Keempat, mengandung vitamin C yang baik untuk meningkatkan kekebalan tubuh kita. Kelima, berkhasiat mengobati asma. Keenam, mencegah tumbuhnya kanker dalam tubuh. Ketujuh, memiliki efek relaksasi dimana membantu mengedurkan saraf dan menenangkan pikiran di tengah kejenuhan. Kedelapan, baik untuk proses diet karena buah markisa rendah kalori. Kesembilan, menyembuhkan alergi dan yang terakhir mampu menyegarkan kulit di tengah teriknya matahari.

Sirup Markisa
Dokter selalu menyarankan agar kita setiap harinya mengonsumsi buah agar tubuh kita tetap terjaga dari berbagai penyakit. Namun, di zaman post-modernisme ini, kita begitu disibukkan di lapangan kerja kita masing-masing. Akibatnya, kita memiliki waktu yang terbatas bahkan untuk durasi makan kita sendiri. Alhasil, kita bisa berhari-hari tidak sempat memakan buah-buahan. Di sisi lain, kita sudah dimudahkan dengan adanya buah-buahan yang dikemas menjadi sirup baik kotak maupun botol. Tak ketinggalan, buah markisa pun kini sudah banyak dikemas menjadi sirup dan bisa ditemukan di toko swalayan maupun supermarket terdekat.  Selain tidak berkurang akan kandungan vitaminnya, sirup markisa kemasan ini pun lebih ringan dibawa kemana saja dibanding membawa buahnya langsung. Lagi, di tengah cuaca yang terik sirup ini akan lebih nikmat diminum jika dicampur dengan es. Dengan kesegarannya, kita pun akan lebih bersemangat menjalankan aktivitas kita tiap harinya.

Jadi, mari penuhi vitamin dalam tubuh kita dengan mengonsumsi sirup markisa dengan rutin. Sederhana (mudah didapat dan dibawa), segar dan menyehatkan dalam tubuh kita. 

(Penulis adalah Staf Pengajar di Quantum College Medan. Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia. Alumnus Universitas Negeri Medan)

Pentingnya Jaringan Internet Cepat



Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Kompas Zona Sumbagut (Pemenang Artikel) 2014 


“We’re changing the world with technology” 
(Bill Gates)

Adalah benar bahwa saat ini dunia begitu maju akibat dari perkembangan alat-alat teknologi  yang semakin maju dari masa-masa. Tidak bisa dimungkiri tenaga manual manusia tidak begitu sanggup untuk menakhlukan dunia yang begitu luas ini. Salah satu yang berkembang saat ini adalah penggunaan layanan internet di seluruh dunia termasuk Indonesia. indonesia merupakan negara dengan tingkat penjualan smartphones atau gadget terbesar di Asia Tenggara. Dengan meningkatnya permintaan akan smartphones atau gadget tersebut tentu semakin menuntut kita para pengguna mau tidak mau harus menggunakan layanan internet yang tersedia di dalamnya.

Manfaat Internet

Ada banyak manfaat internet yang bisa kita dapatkan. Di dunia pendidikan, dengan diimplementasikannya kurikulum 2013 siswa semakin dituntut untuk lebih aktif belajar dan guru lebih banyak memantau. Artinya, siswa akan lebih banyak disuruh untuk mencari dan mempersiapkan materi-materi pelajaran di luar jam sekolah. Pada akhirnya siswa akan lebih banyak menggunakan internet sebagai alat bantu mereka untuk belajar. Kemudian di tengah perkembangan bisnis online (e-commerce) saat ini, baik pebisnis maupun pelanggan juga semakin dituntut untuk menggunakan layanan internet.  Lagi, di tengah perkembangan dunia perbankan, para nasabah semakin dimudahkan dengan adanya layanan internet banking. Selain itu, di tengah berkembangnya jejaring sosial, kita pada akhirnya bisa bersosialisasi dengan orangtua, sahabatm rekan kerja bahkan dengan orang lain yang tidak saling kenal.

Perlu Peningkatan Jaringan Internet

Umumnya, ada 3 sinyal atau jaringan yang sering kita lihat di layar smartphones kita yaitu EDGE, HSDPA, dan 3G. Yang paling lemah diantaranya adalah EDGE. Fakta di lapangan mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia ini belum sanggup menyeimbangkan jumlah pengguna smartphone dengan tingkat kepuasaan jaringan internet yang tidak memadai. Seperti yang dilansir media online kompas.com 24/04/2014 lalu, Indonesia menduduki peringkat 118 kecepatan internet di dunia. Artinya bahwa Indonesia saat ini masih lemah dalam memfasilitasi jaringan internet yang baik kepada 82 juta pengguna internet (kemkominfo.go.id) yang tersebar di seluruh Indonesia. Jangankan di desa, jaringan internet di kota-kota besar seperti medan pun masih sering EDGE yakni sinyal terendah. Artinya untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan wawasan sekuler kita masih terhambat dengan lemahnya jaringan internet yang tersedia. Oleh karena itu, begitu penting bagi negara kita untuk menyediakan jaringan internet yang memadai baik di kota maupun desa. Dengan begitu, masyarakat bisa dengan mudah belajar, berbisnis dan mengembangkan wawasanya melalui internet. Pada akhirnya kita bisa menjadi agen perubahan dunia.

(Penulis adalah Staf Pengajar di Quantum College Medan. Anggota Initiative of Change "(IofC) Indonesia. Alumnus Universitas Indonesia.)

Sampah Pun Jadi Bersahabat



Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Kompas Zona Sumbagut (Pemenang Lomba Artikel) 2014

Gencarnya hujan yang akhir-akhir ini menimpa hampir seluruh daerah di Indonesia menyebabkan banjir yang tak kunjung teratasi semenjak.. Bukan seutuhnya andil hujan, tetapi juga karena bentuk balas dendam si Sampah akibat dari ketidakpedulian manusia.

Seiring berjalannya zaman post-modernisme saat ini, semakin berkembang pula lah semua sektor kehidupan manusia, industri khususnya. Tidak bisa dipungkiri, memang dengan bertambahnya penduduk dunia yang saat ini mencapai 7,2 milyar (Sumber: Data Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat 2012 dimuat di Harian Kompas News 15/6/2013), 259 juta jiwa atau sekitar 3,6% diantaranya disumbang oleh Indonesia (Sumber: Data Kemedagri 2010 dimuat di Harian Kompas News 19/9/2011). Jumlah itu pastinya menuntut negara ini harus memasok bahan sandang, pangan dan papan yang sangat besar hingga pada akhirnya Indonesia harus melakukan hal berikut, 1) Industri besar harus memproduksi kuantitas produk lebih banyak, 2) Menyulap Industri kecil menjadi industri besar, dan 3) Membentuk industri-industri baru.

Industri-industri di atas pun dengan mudahnya menyulap bahan-bahan organik yang dihasilkan alam ini menjadi bahan anorganik yang tentunya tidak ramah lingkungan, lebih tepat kita sebut sampah. Bisa dibayangkan jika sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan empat orang anaknya mengkonsumsi masing-masing minimal 2 kemasan makanan industri setiap harinya, artinya keluarga itu menghasilkan 12 sampah setiap harinya dan mereka membuangnya dengan sembarangan. Lalu jika tiap individu dari total populasi Indonesia menyumbangkan jumlah sampah yang sama, apa yang akan terjadi? Bukankah Indonesia menjadi gudang sampah? Pastinya. Masih dari sektor Pangan, belum lagi sandang dan papan.

Tingkat kesadaran masyarakat indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan masih sangat rendah. Masih saja banyak masyarakat yang tinggal di desa dan kota mulai dari yang pendidikan rendah bahkan sampai pada orang-orang yang sudah mengecap pendidikan tinggi: siswa, mahasiswa bahkan ada juga tenaga pendidik. Adapun keranjang sampah yang tersedia pada akhirnya menganggur oleh karena kedegilan masyarakat. Konyolnya, ada juga keluarga yang marah jika seseorang membuang sampah tepat di pekarangan rumahnya, padahal mereka pun mengidap penyakit yang sama yaitu membuang sampah sembarang tempat. 

Saat musim kering, memang sampah-sampah itu fakum akan kinerjanya, tapi jika musim hujan tiba, jangan ditanya, desa dan kota dalam sekejab berubah menjadi lautan, pohon tumbang, rumah dan isinya rusak, air bersih langka, dan penyakit menyerang. Jadi, tidak perlu heran jika banjir Jakarta, Jawa Tengah dan Timur, Langkat Sumut, dan wilayah lainnya terjadi secara berkelanjutan sebab ketidaksadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan pun juga berkelanjutan. Akibatnya, sampah pun menyatakan kekecewaannya dengan mendukung si banjir terjadi. Jadi tidak salah jika si sampah balas dendam toh?

Tidak perlu heran juga jika di sepanjang tahun-tahun milenium ini banyak kita dapati seminar dan penyuluhan-penyuluhan bertemakan “Go Green”, “Peduli Lingkungan”, ‘Selamatkan Bumi Pertiwi”, yah itu usaha-usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang yang sudah sadar akan pentingnya menjaga alam ini.Mereka sadar bahwa alam ini warisan yang harus diwariskan kembali kepada anak cucu mereka demi keberlangsungan hidup mereka. Namun, seberapa banyak pun kegiatan-kegiatan tersebut diadakan, jika tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri dan tidak mau memulai dari diri sendiri, sama saja hasilnya nihil.

Alangkah lebih baik jika kita memulai gaya hidup yang mencintai lingkungan dengan hal-hal sederhana ini: 1) Mengarahkan pikiran bahwa alam ini bukan hak pribadi tetapi universal, 2) Mengkonsumsi makanan (ikan, sayur-sayuran, buah-buahan, dan lain-lain) yang masih bisa diproduksi alam ini secara natural. Jika pun makanan kemasan pada akhirnya harus kita konsumsi akibat susahnya mencari makanan yang diproduksi alam ini, mari lebih memilah sampah organik dan anorganik dan membuangnya ke tempat yang seharusnya, kalau boleh buat sendiri tempat sampah untuk masing-masing jenis sampah itu, jika mau lebih kreatif belajarlah banyak tentang recycling sampah 3) Mari mengajak anggota keluarga dan masyarakat supaya bersama-sama melakukan hal yang sama secara berkelanjutan. Yakinlah, dengan mengerjakannya dengan hati, si Sampah tidak akan pernah lagi menyatakan balas dendam dan amarahnya dengan mendukung banjir menimpa alam ini. Tidak mudah memang untuk mengerjakannya, namun selagi berusaha dan konsisten, pasti akan baik untuk kehidupan kita dan generasi kita kelak. Mungkin tidak akan ber-impact besar untuk jangka pendek, namun bisa bermanfaat luar biasa untuk jangka panjang.

(Penulis adalah Staf Pengajar di Quantum College Medan. Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia. Alumnus Universitas Negeri Medan) 

Sumatera Utara Lumbung Koruptor Terbesar


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Waspada Online (WoL), Jumat 12 Juni 2015

Dalam kunjungannya ke Sumatera Utara beberapa waktu yang lalu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnaen menyebutkan bahwa tiap tahunnya terjadi peningkatan laporan kasus korupsi ke KPK. Secara nasional, pada tahun 2012 ada 6.000 kasus lebih, di tahun 2013 ada 7.000 kasus lebih, dan di tahun 2014 ada 8.000 kasus lebih. Beliau  juga menyebutkan dari jumlah kasus tersebut, Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi dengan laporan kasus korupsi terbesar di Indonesia. Ini dibuktikan sejak 2009 hingga 2015 terdapat 4.000 lebih dugaan korupsi yang dilaporkan kepada KPK. Kota Medan merupakan daerah penyumbang dugaan korupsi terbanyak. Ini membuat citra kota terbesar keempat di Indonesia ini menjadi sangat buruk.

KPK menyebutkan bahwa rata-rata kasus korupsi yang dilaporkan ke KPK terkait dengan penggunaan dana APBN dan APBD. Wajar saja, Sumatera Utara merupakan provinsi yang kaya. Banyak sumber dana yang masuk ke kas APBD Sumut mulai dari sektor industri, pajak, pertanian, pariwisata, perhotelan dan lain sebagainya. Itulah yang menyebabkan banyak pejabat daerah di Sumatera Utara ini terjerumus dalam kasus korupsi dengan nominal yang tak tanggung-tanggung hingga mencapai miliaran rupiah.

Ada beberapa pejabat atau kepala daerah di sumatera utara yang terjerat dugaan kasus korupsi bahkan diantaranya sudah divonis pidana dan sudah masuk bui. Tentu kita masih ingat dengan mantan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin yang baru hitungan bulan menjabat langsung diusung ke pengadilan atas dugaan korupsi APBD Kabupaten Langkat tahun 2000-2007. Di tahun 2012 beliau divonis 6 tahun penjara. Berikutnya mantan Wali Kota Medan Rahudman. Beliau juga baru memimpin Kota Medan dalam hitungan bulan, langsung menjadi tersangka atas dugaan korupsi saat masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan 2005 lalu. Baru-baru ini juga, Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang ditangkap KPK atas dugaan suap kepada Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Tapanuli Tengah.

Merusak Citra
Bukan kebanggaan yang ada diraut wajah masyarakat yang sudah memilih para kepala daerah tersebut pada Pemilu sebelumnya, melainkan kekecewaan. Sosok yang dipercaya bisa membangun daerah menjadi lebih maju malah harus hidup dibui. Mereka yang harusnya bisa mengentaskan kemiskinan yang mencekik warga malah mempermalukan daerah dengan kasus korupsi yang dilakukannya. Mereka yang harusnya memberikan membantu dan memberikan dana kepada masyarakat demi kesejahteraan malah mencuri uang tersebut hingga memperparah kemelaratan. Mereka yang harusnya bisa menunjukkan keramahan, keberagaman, kekayaan, dan kedamaian kepada daerah lain malah harus menyudutkan daerahnya sendiri di hadapan daerah lainnya. Memalukan dan merusak citra baik daerah, ya itulah balasan para pejabat yang berpendidikan tinggi kepada masyarakat yang telah memilih mereka. Itu masih tiga kasus pejabat, masih ada ribuan dugaan korupsi lainnya. Kita tunggu saja siapa lagi yang akan terjerat kasus dugaan korupsi.
Yang pasti, para pejabat itu melanggar etika kepemimpinan. Mereka juga melanggar landasan negara kita UUD 1945 dan Pancasila dimana mereka seharusnya menjamin kesejahteraan masyarakat dan juga menjunjung tinggi keadilan bagi setiap orang. Sayangnya, apa yang mereka kerjakan malah kontradiktif dengan apa yang harusnya  mereka realisasikan melalui program-programnya. Selain itu, tingkah laku para pejabat kita banyak yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dalam agama yang dianutnya.

Seperti yang kita ketahui, Sumatera Utara dikenal sebagai provinsi dengan beragam agama, suku dan budaya tetapi mencintai perdamaian. Bahkan Sumatera Utara dijadikan pemerintah menjadi provinsi percontohan di Indonesia atas kerukunan hidup berdampingan di tengah beragam agama. Lalu, dimana letak nilai-nilai agama para pejabat kita? Adakah agama mengajarkan korupsi? Adakah agama yang memperbolehkan pejabat membiarkan rakyatnya menderita? Adakah agama yang mengarahkan pejabat melalaikan tugas hingga program-programnya tidak terealisasi? Yang pasti jawabannya tidak ada. Pejabat kita perlu memperdalam agama. Pejabat kita perlu sentuhan rohani yang bisa membatasi tingkah laku buruk mereka. Supaya pada akhirnya, agama tidak hanya sebatas simbolitas melainkan sebagai gaya hidup dan panduan mereka dalam mengemudi masyarakatnya kepada kesejahteraan. Dengan kuatnya nilai agama, tentu tidak akan ada lagi pejabat yang melalaikan tugasnya. Tidak akan ada lagi pejabat yang merampas hak masyarakatnya. Dan tidak ada lagi pejabat dengan tega membiarkan warganya hidup dalam kemelaratan.

Kita berharap, semoga ke depan tidak akan ada lagi pejabat kita yang terjerat kasus korupsi. Dan kita juga berharap, semoga pada Pilkada serentak bulan Desember depan kita mendapat calon-calon kepala daerah yang bersih dari kasus korupsi mampu membawa Sumatera Utara menjadi lebih maju. Harapannya, Sumatera utara tidak lagi menjadi provinsi terkorup di Indonesia dan bisa menjadi contoh bagi daerah lainya.
(Penulis adalah Pemerhati Masalah Ekonomi dan Politik. Staf Pengajar di Quantum College Medan. Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia)

Refleksi Di Hari Kartini


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Waspada Online (WoL), Senin 13 April 2015 


Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini untuk mengenang RA Kartini, pahlawan nasional yang dikenal sebagai pejuang hak-hak kaum perempuan. Berawal dari keiriannya melihat kaum perempuan Belanda yang memiliki kebebasan mengecap bangku sekolah, mendapatkan pendidikan dan hak sosial, beliau bertekad bulat memperjuangkan hak yang sama kepada kaum perempuan pribumi. Melalui perjuangannya, kaum perempuan bisa menikmati hak yang sama seperti kaum perempuan belanda dan juga hak yang dimiliki oleh kaum laki-laki. Sejak saat itu hingga sekarang, hasil perjuangan beliau masih bisa dicecap kartini-kartini masa kini.

Kartini Masa Kini
Di masa kini, tidak ada perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan. Bila laki-laki bisa mengecap pendidikan mulai dari tingkat TK hingga bertitel doktor, demikian juga perempuan. Kita bisa lihat di berbagai perguruan tinggi, instansi dan lembaga pemerintahan dan swasta, sudah begitu banyak perempuan yang bertitel magister, doktor bahkan profesor.

Di lingkungan pemerintahan, sudah banyak perempuan menjabat menteri, wakil rakyat, dan pemimpin di instansi pemerintahan lainnya. Di lapangan pekerjaan juga demikian. Jika sebelum era perjuangan RA Kartini perempuan hanya diperbolehkan bekerja di dapur atau rumah, kini kita bisa melihat kaum perempuan masuk ke ranah kerja seperti guru, dokter, pegawai atau staf bahkan manajer di perusahaan-perusahaan besar.
Di sekolah, kini banyak siswa perempuan yang menjadi ketua, sekretaris, dan bendahara baik di kelas, organisasi maupun komunitas. Sama juga yang terjadi di lingkungan kampus, banyak perempuan yang menjadi pemimpin di organisasi kemahasiswaan yang tergolong besar. Bahkan sekarang ini, ada banyak sekali wanita karier dengan bisnis mulai dari kafe, pakaian, dan lain sebagainya. Singkatnya, kini perempuan sudah dengan leluasa mengembangkan ide dan merealisasikan idenya menjadi aksi yang pastinya menaikkan martabatnya sebagai perempuan.

Nasib Buruk
Namun, di samping kemajuan kaum perempuan tersebut, masih banyak terjadi kasus-kasus yang sangat merugikan mereka dari segi reputasi, kehormatan, material hingga fisik. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan melaporkan bahwa pada tahun 2012, terjadi peningkatan korban kekerasan pada perempuan sebanyak 216.156 kasus. Di tahun 2013, angka tersebut meningkat menjadi 279.760 kasus. Dan tahun 2014 yang lalu, angka itu kembali meningkat menjadi 293.220 kasus. Kasus kekerasan tersebut bermacam-macam mulai dari kasus pemerkosaan, pembunuhan , penganiayaan, KDRT dan sebagainya.
Bukan hanya kasus kekerasan yang merusak diri perempuan melainkan juga prostitusi. Data Kementerian Sosial pada tahun 2013 melaporkan bahwa terdapat 40 ribu Pekerja Seks Komersial (PSK) di Indonesia dan angka ini dilaporkan meningkat terus setiap tahunnya. Selain mencoreng nama baik diri dan keluarga, eksistensi PSK tentu merusak moral bangsa ini. parahnya lagi, pekerjaan amoral tersebut takutnya diregenerasikan kepada kaum muda lainnya.

Bangkit
Tentu, ini bukan hanya bahan evalusi bagi kaum perempuan saja melainkan juga oleh kaum laki-laki yang turut menjadi pelaku kekerasan dan juga pemerintah yang belum maksimal dalam menjamin perlindungan kepada kaum perempuan. Oleh karena itu, mari kaum perempuan, bangkitlah. Tetaplah membangun bangsa dengan ide-idemu. Tetaplah menjadi perempuan yang memiliki hati yang baik, yang tidak mengundang kekerasan kepada kaum lainnya, dan jauhkanlah dirimu dari pekerjaan maksiat yang merusak moralmu dan juga bangsamu.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Kementerian Sosial harus benar-benar menegakkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang perempuan khususnya PKDRT karena kasus kekerasan KDRT jauh lebih banyak dibanding kasus lainnya. Kemudian, Pemerintah juga perlu memberikan lapangan pekerjaan bagi perempuan yang masih bekerja sebagai  PSK. Dengan begitu, negara bisa mewujudkan kembali cita-cita RA Kartini pada kaum perempuan Indonesia yakni menjadi bagian dari agen perubahan bangsa. Semoga ke depan tidak akan ada lagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Selamat Hari kartini.

(Penulis adalah pemerhati masalah lingkungan, pendidikan, sosial dan Politik)

Hati-hati, Beras Plastik Marak


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Medan Bisnis Daily, Senin, 25 Mei 2015

Menjelang Ramadhan 2015 pemerintah dan masyarakat Indonesia kembali diresahkan dengan kabar beredarnya beras plastik. Sebenarnya kabar peredaran beras sintetis itu sudah muncul tahun 2008, bahkan di tahun 2011 sempat hangat diperbincangkan. Namun, saat itu pemerintah dan masyarakat tidak menggubris kabar itu. Baru tahun ini pemerintah merespon dan tanggap. Beberapa waktu lalu peredaran beras plastik ditemukan Dewi Nurizza Septiani (29), seorang penjual bubur ayam dan nasi uduk di Mustika Jaya, Bekasi. Kemudian dia mem-posting temuan itu di Facebook sehingga ahirnya semakin diketahui banyak orang, sampai kepada pemerintah dan kepolisian.

Setelah itu, pemerintah melalui PT Sucofindo membawa sampel beras plastik tersebut untuk diuji di laboratorium. Mereka melaporkan beras plastik tersebut mengandung senyawa plasticizer yang terbagi tiga bahan kimia yakni benzyl butyl phthalate (BBP), bis (2-ethylhexyl) phthalate atau DEHP dan diisononyl phthalate (DIN). Senyawa ini sangat berbahaya jika dikonsumsi karena biasanya digunakan untuk melenturkan kabel atau pipa plastik. Jadi, jika rutin dikonsumsi akan menyebabkan kanker yang berujung kematian. Senyawa ini sudah dicoba kepada tikus, akibatnya tikus tersebut beberapa waktu kemudian mati.

Di Eropa, penggunaan senyawa plazticizer sangat dilarang karena di sana senyawa ini digunakan sebagai salah satu komponen untuk membuat mainan anak-anak. Meskipun kandungan proteinnya tinggi yakni sekitar 7,38 persen, namun beras ini sangat berbahaya untuk dikonsumsi.

Masyarakat pun semakin takut untuk membeli beras. Karena itu sebelum membeli beras kita perlu mengetahui perbedaan beras asli dan beras plastik. Pertama, jika dilihat sekilas seakan tidak ada perbedaan namun bentuk beras asli memiliki guratan dari bekas sekam padi, sementara pada bulir beras plastik tidak ada guratan. Kedua, pada ujung-ujung bulir beras asli terdapat warna putih yang merupakan zat kapur mengandung karbohidrat, sementara pada beras plastik tidak ada warna putih pada ujung-ujung bulirnya. Ketiga, jika beras asli direndam di dalam air maka air akan berwarna putih dan beras akan lembek menjadi bubur, sedangkan jika beras plastik direndam hasilnya tidak akan menyatu dan airnya tidak akan berubah menjadi putih karena di ujung-ujung bulirnya tidak ada warna putih zat kapur. Keempat, beras asli bentuk bulirnya sedikit menggembung dan jika dipatahkan hanya terbelah menajadi dua, sementara beras palsu ditaruh di atas kertas akan terlihat tidak natural, berbentuk lengkung dan tidak ada patahan.

Namun, belum tentu seluruh lapisan masyarakat menyadari dan mengerti hal ini. Belum tentu juga masyarakat tahu bahaya ketiga zat itu kepada kesehatan manusia. Sebelum beras sintetis ini semakin beredar luas di masyarakat, pemerintah harus segera bertindak. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan, BPOM dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan kasus ini. Bangga dengan Kementerian Perdagangan yang dipimpin Rachmat Gobel karena telah tanggap terhadap kabar beredarnya beras plastik ini dan sudah bekerja sama dengan Badan Inteligen Negara (BIN) serta Kepolisian RI untuk menginvestigasi siapa yang memproduksi, memperdagangkan beras ini dan sudah sejauh mana peredarannya.

Namun, itu saja belum cukup. Pemerintah jangan hanya muncul ketika satu isu baru memanas di telinga masyarakat tetapi harus melakukan check & recheck secara rutin terhadap setiap barang-barang beredar di Negara Indonesia baik impor maupun buatan dalam negeri, apakah aman dan layak untuk dikonsumsi masyarakat atau tidak, legal atau ilegal dan ada surat izin edar atau tidak. Kemudian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus benar-benar rutin memeriksa dan menguji kandungan zat di dalam bahan-bahan pokok yang beredar di Indonesia dan sebaiknya pemeriksaan tidak hanya dilakukan saat menyambut hari besar seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru, tetapi terus-menerus.

Kepolisian RI juga harus segera menuntaskan kasus ini, menangkap pelaku dan menjeratnya dengan sanksi hukum sesuai kejahatan yang dilakukannya. Jika beras plastik ini hasil impor berarti para importir dan agen yang memperdagangkannya harus diberi sanksi sesuai UU Nomor 10 Tahun 1990 tentang Kepabeanan dan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Terakhir, kita sebagai masyarakat dan pengonsumsi bahan pokok, perlu lebih teliti, kritis dan peduli saat menemukan produk kadaluarsa yang masih diperjualbelikan, produk ilegal yang tidak jelas asal muasalnya dan produk palsu, kemudian melaporkan ke pihak berwenang. Dengan begitu, kita sudah turut serta menyelamatkan negara dari kerugian material dan menyelamatkan nyawa masyarakat dari ancaman kematian akibat peredaran beras plastik tersebut.

(Penulis pemerhati masalah sosial, pendidikan, ekonomi dan lingkungan. Alumnus Universitas Negeri Medan)

Pemerintah Suka Pekerjaan Tanggung


Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Medan Bisnis Daily, Sabtu, 31 Januari 2015 

Pembangunan infrastruktur bukanlah hal baru di Indonesia. Pembangunan sudah dicanangkan dan dikerjakan sejak awal pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto sebagai presiden kedua Republik Indonesia. Selama 32 tahun kepemimpinannya beliau telah banyak melakukan pembenahan infrastruktur negara. Inilah yang menjadi alasan bangsa ini memberikan mandat kepada beliau sebagai Bapak Pembangunan. Tentu apa yang menjadi visi misi beliau dalam pembangunan patut diwarisi. Setiap pemerintah mulai pusat hingga daerah harus saling bersinergi, menyatukan visi dan mengesampingkan visi pribadi masing-masing, mau berbenah diri, serta mau dibenahi demi kepentingan negara. Sebab, itulah yang menjadi cita-cita bangsa sebagaimana tertuang di dalam UUD 1945.

Beberapa waktu terakhir, Pemerintah Kota Medan tampak "sangat hobi" dengan pekerjaan tanggung. Hal yang mengundang gelisah, pembangunan sejumlah jalan pada jajaran sisi Jalan Pancing, Kecamatan Medan Tembung. Meskipun kondisi Jalan Pancing yang di kawasan sekitarnya kini banyak tempat kos mahasiswa/i itu lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu, tetapi masih banyak yang perlu dituntaskan.

Jalan Ambai dan Jalan Perjuangan, diperbaiki dalam bulan berbeda. Jalan Ambai pada November 2014, sedangkan Jalan Perjuangan di Desember 2014. Sebelum diperbaiki, Jalan Ambai bisa dikategorikan buruk. Jalan yang panjangnya kurang lebih 1 km ini sangat gersang saat kemarau dan berlumpur/becek ketika hujan. Penduduk asli daerah itu dan mahasiswa/i, serta karyawan yang tinggal di sana sangat terganggu akibat buruknya fasilitas jalan tersebut. Mayoritas mahasiswa berjalan kaki menuju kampus masing-masing.

Kini, jalan itu sudah bagus. Perbaikan jalan tersebut bukan menggunakan aspal, melainkan beton atau semen, dengan ketinggian mencapai kurang lebih 30 cm di atas permukaan jalan sebelumnya. Saat musim kemarau memang tidak ada hal mengganggu di jalan itu, namun ketika musim hujan banjir menjadi kondisi yang tak terelakkan. Warga mengeluh karena setiap hujan deras wilayah tersebut banjir hingga menggenangi rumah mereka.

Kemungkinan besar banjir tersebut tidak akan bisa diatasi. Faktor utamanya, perbaikan jalan tidak diseimbangkan dengan pembenahan parit di pinggirannya yang kondisinya sangat sempit, berlumpur hitam dan memunculkan bau tak sedap. Hal ini tentunya selain sangat mengganggu aktivitas sehari-hari warga juga memicu serangan berbagai jenis penyakit. Harusnya pemerintah menyeimbangkan pembangunan jalan tersebut dengan parit yang bisa menampung limpahan air dan mengalirkannya saat saat hujan deras. Namun, kenyataannya hingga kini tidak terlihat ada pekerja memperbaiki parit di pinggiran jalan itu.

Kedua, Jalan Perjuangan, yang tergolong ramai dilalui pengendara ini memang selalu banjir ketika hujan. Tidak jauh berbeda, pada Desember 2014 Pemerintah Kota Medan telah memperbaiki jalan ini dengan beton. Anehnya, yang diperbaiki hanya sekitar 50 meter dari lebih kurang 1 km panjang jalan tersebut. Akibatnya, saat hujan turun sisa jalan yang tidak diperbaiki akan banjir. Sedangkan parit yang tergolong kecil di sepanjang pinggiran jalan itu dan belum diperbaiki tidak akan sanggup menampung luapan air akibat hujan deras. Sudang tentu penyakit seperti diare dan demam beradrah berpotensi mewabah dan menyerang warga.
Apa pun yang menjadi kendala bukanlah alasan kuat untuk menggantung kerja pemerintah. Sebagimana diatur di dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, disebutkan jalan sebagai sarana transportasi merupakan unsur penting.

Jadi, pemerintah harus move on dari penyakit pekerjaan tanggung dan menuntaskannya. Jika hal ini telah dikerjakan maksimal, maka Pemerintah Kota Medan benar-benar bisa mempertanggungjawabkan Penghargaan Kinerja Terbaik II Tahun 2014 Sub Bidang Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan Kategori Provinsi yang diberikan Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. (Oleh: Hasian Sidabutar)

(Penulis adalah pemerhati masalah lingkungan dan sosial)

Menanti Kebijakan dan Kinerja Walikota Medan




Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Analisa, Kamis 11 Desember 2014

Kegelisahan ini berawal dari keseharian saya yang bekerja sebagai pengajar dimana saya harus menggunakan jasa angkot mencapai tempat kerja. Tiap harinya saya melewati Jl. Pancing menuju Jl. Gatot Subroto. Begitu miris melihat kondisi jalan yang begitu semraut. Bagaimana tidak kota terbesar keempat di Indonesia ini begitu tidak tertata rapi mulai dari buruknya fasilitas jalan, kemacetan, kurangnya taman kota dan permasalahan antisipasi terhadap tidak sehatnya cuaca yang menimpa wilayah kota Medan.

Persoalan pertama yang sangat saya gelisahkan adalah buruknya fasilitas jalan. Beberapa pekan terakhir, Pemerintah kota Medan sudah mulai memperbaiki fasilitas jalan di sepanjang jalan H. M. Yamin yang kondisinya memang tidak baik. Akan tetapi, perbaikan tersebut dilaksanakan secara tidak total dan masih tersendat. Beberapa hari terakhir saya mengamati bahwa perbaikan jalan belum tuntas dan pergerakan para pekerjanya terhenti. Alhasil, tersisa lubang-lubang jalan yang panjangnya sampai ratusan meter. Hal ini  menimbulkan ketidaknyaman bagi para pengendara yang lalu lalang di sepanjang jalan tersebut.

Persoalan kedua yaitu kemacetan. Tidak bisa dimungkiri, sebagai kota besar yang menjadi pusat seluruh aktivitas di Sumatera Utara, pada akhirnya kota Medan harus dipadati para urban untuk mengubah status sosial mereka. Banyaknya penduduk tentu berimbas pada volume kendaraan yang semakin membludak. Hal ini menyebabkan kemacetan di banyak titik di kota Medan seperti di lampu merah aksara, jalan H.M Yamin, Jalan Merak Jingga, Jalan Guru Patimpus, Gatot Subroto, Padang Bulan, Simpang Pos. Selain menimbulkan emosi di hati pengendara, kemacetan ini juga banyak menimbulkan kerugian seperti terhambatnya perekonomian, macetnya distribusi barang dan tentu menguras waktu. Nyatanya, kota Medan tidak seperti Jakarta yang menjadi pusat aktivitas di seluruh Indonesia. Harusnya, kota Medan yang penduduknya hanya 2.9 juta (pemkomedan.go.id) tidak seharusnya dilanda kemacetan seperti Jakarta yang penduduknya 5.06 juta jiwa. (jakarta. bps.go.id)

Persoalan ketiga yaitu minimnya fasilitas Taman kota. Seluruh masyarakat Medan begitu mengimpikan taman-taman kota dibangun di beberapa titik di kota Medan. Fungsinya agar sumber udara bersih dan keteduhan saat bersantai bisa dinikmati masyarakat di tengah hiruk pikuknya kota dengan segala tetek bengeknya. Fungsinya juga untuk menahan bahasa global warmning. Jakarta memiliki 1.178 taman kota (beritajakarta.com), lantas berapakah taman kota di Medan? Namun ntah mengapa, Pemerintah khususnya kota Medan seakan tidak memiliki niat untuk mengerjakannya. Kita tunggu saja.

Persoalan berikutnya yaitu antisipasi buruknya cuaca yang melanda kota Medan. Jika kita amati dengan baik, cuaca kota Medan khususnya dari bulan september hingga sekarang sangat tidak stabil. Dalam satu hari bisa terjadi panas yang begitu terik dan tiba-tiba hujan. Di saat kemarau, Medan menjadi kota yang begitu gersang, penuh dengan debu yang sangat mengganggu pernafasan. Ditambah lagi abu vulkanik gunung sinabung yang mengarah ke kota Medan kian mengganggu pernafasan masyarakat. Pada akhirnya saya harus menggunakan masker mulut untuk menghindari semua. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah semua masyarakat Medan menyadari bahaya itu dan berinisiatif untuk memakai masker mulut? Jawabannya tidak, kita bisa perhatikan di sepanjang lalu lintas, hampir semua pengendara atau penumpang tidak menggunakan masker mulut. Jadi tidak salah hasil penetian Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika menyatakan kota Medan sebagai kota dengan polusi udara yang paling buruk di dunia. Kemudian, di saat hujan, dalam sekejab daerah jalan pancing, H.M Yamin, gatot subroto dan daerah lainnya dilanda banjir. Akibatnya, masyarakat Medan diserang bermacam-macam penyakit seperti flu, batuk, dan DBD.

Semua permasalahan di atas sudah sangat mendesak dan harus segera diatasi. Harusnya tidak ada  waktu santai bagi pemerintah, sudah waktunya kerja, kerja dan kerja membenahi kota. Kita tunggu saja gebrakan apa yang akan dilakukan pemerintah kota Medan untuk permasalahan ini. semoga kota Medan menjadi kota yang nyaman khususnya warga Sumatera Utara.

(Penulis adalah Staf Pengajar di SMA Swasta Letjen Haryono MT dan Quantum College Medan. Anggota Initiative of Change (IofC) Indonesia)