Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd
Terbit: Harian Waspada Online (WoL), Senin 13 April 2015
Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini untuk mengenang RA
Kartini, pahlawan nasional yang dikenal sebagai pejuang hak-hak kaum
perempuan. Berawal dari keiriannya melihat kaum perempuan Belanda yang memiliki
kebebasan mengecap bangku sekolah, mendapatkan pendidikan dan hak
sosial, beliau bertekad bulat memperjuangkan hak yang sama kepada kaum
perempuan pribumi. Melalui perjuangannya, kaum perempuan bisa menikmati hak yang sama
seperti kaum perempuan belanda dan juga hak yang dimiliki oleh kaum
laki-laki. Sejak saat itu hingga sekarang, hasil perjuangan beliau masih
bisa dicecap kartini-kartini masa kini.
Kartini Masa Kini
Di masa kini, tidak ada perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Bila laki-laki bisa mengecap pendidikan mulai dari tingkat TK hingga
bertitel doktor, demikian juga perempuan. Kita bisa lihat di berbagai
perguruan tinggi, instansi dan lembaga pemerintahan dan swasta, sudah
begitu banyak perempuan yang bertitel magister, doktor bahkan profesor.
Di lingkungan pemerintahan, sudah banyak perempuan menjabat menteri,
wakil rakyat, dan pemimpin di instansi pemerintahan lainnya. Di lapangan
pekerjaan juga demikian. Jika sebelum era perjuangan RA Kartini
perempuan hanya diperbolehkan bekerja di dapur atau rumah, kini kita
bisa melihat kaum perempuan masuk ke ranah kerja seperti guru, dokter,
pegawai atau staf bahkan manajer di perusahaan-perusahaan besar.
Di sekolah, kini banyak siswa perempuan yang menjadi ketua,
sekretaris, dan bendahara baik di kelas, organisasi maupun komunitas.
Sama juga yang terjadi di lingkungan kampus, banyak perempuan yang
menjadi pemimpin di organisasi kemahasiswaan yang tergolong besar. Bahkan sekarang ini, ada banyak sekali wanita karier dengan bisnis
mulai dari kafe, pakaian, dan lain sebagainya. Singkatnya, kini
perempuan sudah dengan leluasa mengembangkan ide dan merealisasikan
idenya menjadi aksi yang pastinya menaikkan martabatnya sebagai
perempuan.
Nasib Buruk
Namun, di samping kemajuan kaum perempuan tersebut, masih banyak terjadi
kasus-kasus yang sangat merugikan mereka dari segi reputasi,
kehormatan, material hingga fisik. Komisi Nasional Anti-Kekerasan
terhadap Perempuan melaporkan bahwa pada tahun 2012, terjadi peningkatan
korban kekerasan pada perempuan sebanyak 216.156 kasus. Di tahun 2013, angka tersebut meningkat menjadi 279.760 kasus. Dan
tahun 2014 yang lalu, angka itu kembali meningkat menjadi 293.220 kasus.
Kasus kekerasan tersebut bermacam-macam mulai dari kasus pemerkosaan,
pembunuhan , penganiayaan, KDRT dan sebagainya.
Bukan hanya kasus kekerasan yang merusak diri perempuan melainkan
juga prostitusi. Data Kementerian Sosial pada tahun 2013 melaporkan
bahwa terdapat 40 ribu Pekerja Seks Komersial (PSK) di Indonesia dan
angka ini dilaporkan meningkat terus setiap tahunnya. Selain mencoreng
nama baik diri dan keluarga, eksistensi PSK tentu merusak moral bangsa
ini. parahnya lagi, pekerjaan amoral tersebut takutnya diregenerasikan
kepada kaum muda lainnya.
Bangkit
Tentu, ini bukan hanya bahan evalusi bagi kaum perempuan saja melainkan
juga oleh kaum laki-laki yang turut menjadi pelaku kekerasan dan juga
pemerintah yang belum maksimal dalam menjamin perlindungan kepada kaum
perempuan. Oleh karena itu, mari kaum perempuan, bangkitlah. Tetaplah membangun
bangsa dengan ide-idemu. Tetaplah menjadi perempuan yang memiliki hati
yang baik, yang tidak mengundang kekerasan kepada kaum lainnya, dan
jauhkanlah dirimu dari pekerjaan maksiat yang merusak moralmu dan juga
bangsamu.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Kementerian Sosial harus benar-benar menegakkan Undang-Undang No. 23
tahun 2004 tentang perempuan khususnya PKDRT karena kasus kekerasan
KDRT jauh lebih banyak dibanding kasus lainnya. Kemudian, Pemerintah juga perlu memberikan lapangan pekerjaan bagi
perempuan yang masih bekerja sebagai PSK. Dengan begitu, negara bisa
mewujudkan kembali cita-cita RA Kartini pada kaum perempuan Indonesia
yakni menjadi bagian dari agen perubahan bangsa. Semoga ke depan tidak
akan ada lagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Selamat Hari
kartini.
(Penulis adalah pemerhati masalah lingkungan, pendidikan, sosial dan Politik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar