Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd.
Terbit: Harian Analisa, Selasa, 14 April 2015
Data yang
dilansir oleh Polda Metro Jaya Sumatera Utara mengatakan bahwa di
provinsi ini setiap harinya, 4 orang meninggal dunia karena kecelakaan
lalu lintas. Inilah yang menjadikan salah satu provinsi di Indonesia ini
menjadi urutan kelima penyumbang terbesar kasus kecelakaan lalu
lintas.
Dalam dua minggu terakhir, penulis begitu miris melihat kondisi
perhubungan darat di sumatera utara. Dua kecelakaan besar yang memakan
korban–korban jiwa tak berdosa terjadi. Pertama, kecelakaan maut dua
bus yakni Bus Intra dan L300 (KBT) bertabrakan di jalan lintas Medan
Tebing Tinggi, tepatnya di kecamatan Sei Rampah depan kantor DPRD
Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam kecelakaan itu, 4 jiwa melayang dan 3
diantaranya merupakan keluarga satu darah dan 17 lainnya luka-luka.
Yang kedua, kecelakaan maut terjadi di jalan lintas Medan-Sidikalang
tepatnya di kabupaten Dairi. Kecelakaan ini juga melibatkan dua bus
antar daerah yakni PO. Datra BK 1457 dengan truk tanki CPO BK 8637 CQ.
Kecelakaan ini merenggut 2 korban tewas dan 7 lainnya termasuk supir
bus Datra luka parah dan ringan. Tentu, hal ini menorehkan duka yang
mendalam kepada keluarga korban penumpang bus tersebut. Namun apa
daya, takdir sudah diatur sang Pencipta. Lantas, apa sebenarnya yang
menjadi penyebab kecelakaan naas ini?
Pelanggaran Etika Supir
Penulis sendiri sering menjadi penumpang dari ketiga bus ini, bus
Intra, bus KBT (L300) dan bus Datra. Penulis mengamati bahwa kejadian
naas dalam dunia perhubungan tidak lain dan tidak bukan bersumber dari
si supir atau yang mengemudikan bus tersebut. Bukan tidak mahir dalam
menyetir namun, banyak supir yang tidak mematuhi etika dan regulasi
dalam mengemudi di lalu lintas. Demi memperbanyak penumpang dan
mengejar setoran, banyak supir-supir ini harus kebut-kebutan dengan bus
lainnya baik di tengah lengangnya maupun padatnya lalu lintas.
Selip-menyelip bus lain pun sudah menjadi hal yang biasa di kalangan
para supir. Kasus kecelakaan di sei rampah itu contohnya.
Secara fisik, jalan di sepanjang Kabupaten Serdang Bedagai
tergolong sempit. padahal ruas jalan itu merupakan satu-satunya ruas
yang bisa dilalui oleh pengendara dari Medan hingga Pematang Siantar.
Jadi sangatlah lazim jika wajah ruas jalan ini selalu dilanda
kemacetan baik di jam kerja maupun musim mudik liburan. Jalan ini
terdiri dari dua arah dan masing-maisng arah hanya memiliki satu ruas
jalan saja. Berbeda dengan jalan di sepanjang Kabupaten Deli Serdang
atau Lubuk Pakam yang masing-masing terdiri dari dua ruas jalan untuk
tiap arah. Nah, harusnya supir lebih mempelajari titik-titik daerah
dimana mereka mengemudi. Di Serdang Bedagai harusnya bisa melaju dengan
agak lambat, sementara di Deli Serdang bisa melaju dengan kecepatan
yang cukup tinggi. Namun, fakta di lapangan mengatakan bahwa dimana
pun supir mengemudi, mereka tetap bersikeras untuk mengemudi dengan
kecepatan tinggi. Satu tujuannya, tidak mau kalah dengan bus di
depannya dalam mendapatkan penumpang. Jadi tidak salah, jika
kecelakaan pun sering terjadi di jalur ini. Kemudian untuk kasus
kecelakaan di Kabupaten Dairi, menurut informasi dari saksi-saksi di
lapangan mengatakan bahwa bus komersil Datra melaju dengan
kecepatan tinggi. Jadi saat truk tanki yang sedang ingin menyelip
kedepan tiba-tiba dihantam oleh bus Datra tersebut. Alhasil, bus mini
itupun hancur dan menewaskan 2 korban jiwa. Niat penumpang untuk sampai
di tempat tujuan harus berakhir dengan kecelakaan maut itu.
Kasus ini hanya segelintir dari kasus-kasus kecelakaan bus komersial
di Sumatera Utara. Masih banyak lagi kasus yang lebih banyak merenggut
jiwa. Penulis mengamati bahwa, pelanggaran-pelanggaran regulasi dan
etika mengemudi yang dilakukan oleh para supir menjadi faktor utama
kecelakaan di lalu lintas. Selain selip-menyelip, supir sering juga
kebut-kebutan dengan bus lainnya, sering mengantuk, dan melanggar
rambu-rambu lalu lintas.
Revolusi Mental
a supir yang ditetapkan oleh pemilik bus itu sendiri dan kita pun tidak tahu apakah mereka mengerjakan dan mengevaluasinya. Karena melihat jumlah kecelakaan lalu lintas tiap tahunnya tetap marak terjadi. Ketiga, pengawasan dan arahan dari dinas perhubungan. Kita selaku masyarakat awam dan pengguna jasa bus ini juga tidak tahu menahu dengan kontribusi dinas perhubungan dalam mengatasi kasus-kasus kecelakaan lalu lintas ini. Sebab tidak ada perubahan yang signifikan di lapangan terhadap para supir. Bahkan banyak supir, sama sekali tidak jera walau sudah begitu banyak kecelakaan naas yang menimpa bus-bus komersil sejenisnya.
Seperti slogan dalam dunia perhubungan yakni “Dahulukan
keselamatan”, itulah harusnya dipegang erat dan dikerjakan oleh para
supir. Hingga pada akhirnya, kita mendapati tingkat kecelakaan di
lapangan menurun dan kecelakaan pun bisa dicegah. Semoga supir, dinas
perhubungan dan masyarakat bisa bersinergi dalam menciptakan
kenyamanan berlalu lintas. ***
(Penulis adalah Pemerhati Lingkungan dan Sosial Alumnus
Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Medan. Guru di SMA Swasta
Letjen Haryono MT dan Quantum College)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar