Jumat, 12 Juni 2015

Revolusi Mental Supir

Oleh: Hasian Sidabutar, S.Pd.
Terbit: Harian Analisa, Selasa, 14 April 2015

Data yang dilansir oleh Polda Metro Jaya Sumatera Utara menga­takan bahwa di provinsi ini setiap harinya, 4 orang meninggal dunia kare­na kecelakaan lalu lintas. Inilah yang menjadikan salah satu provinsi di Indonesia ini menjadi urutan kelima pe­nyumbang terbesar kasus kecela­kaan lalu lintas.

Dalam dua minggu ter­akhir, penulis begitu miris me­lihat kondisi perhubung­an darat  di sumatera utara. Dua kecelakaan besar yang memakan korban–korban jiwa tak berdosa terjadi. Per­tama, kecelakaan maut dua bus yakni Bus Intra dan L300 (KBT) bertabrakan di jalan lintas Medan Tebing Tinggi, tepatnya di kecamatan Sei Rampah depan kantor DPRD Kabupaten Serdang Beda­gai. Dalam kecelakaan itu, 4 jiwa melayang dan 3 dian­taranya merupakan keluarga satu darah dan  17 lainnya lu­ka-luka. Yang kedua, ke­celakaan maut  terjadi di ja­lan lintas Medan-Sidikalang tepatnya di kabupaten Dairi. Kecela­kaan ini juga melibat­kan dua bus antar daerah yak­ni PO. Datra BK 1457 de­ngan truk tanki CPO BK 8637 CQ. Kecelakaan ini me­renggut 2 korban tewas dan 7 lainnya termasuk supir bus Datra luka parah dan ri­ngan. Tentu, hal ini menoreh­kan duka yang mendalam ke­pada keluarga korban pe­num­pang bus tersebut. Na­mun apa daya, takdir sudah diatur sang Pencipta. Lantas, apa sebenarnya yang menja­di penyebab kecelakaan naas ini?

Pelanggaran Etika Supir

Penulis sendiri sering men­jadi penumpang dari ketiga bus ini, bus Intra, bus KBT (L300) dan bus Datra. Penulis mengamati bahwa kejadian naas dalam dunia perhubungan tidak lain dan tidak bukan bersumber dari si supir atau yang menge­mu­dikan bus tersebut. Bukan tidak mahir dalam menyetir namun, banyak supir yang tidak mematuhi etika dan re­gulasi dalam mengemudi di lalu lintas. Demi memper­banyak penumpang dan me­ngejar setoran, banyak supir-supir ini harus kebut-kebutan dengan bus lainnya baik di tengah lengangnya maupun padatnya lalu lintas. Selip-menyelip bus lain pun sudah menjadi hal yang biasa di kalangan para supir. Kasus kecelakaan di sei rampah itu contohnya.

Secara fisik, jalan di sepan­jang Kabupa­ten Serdang Beda­gai tergo­long sempit. padahal ruas ja­lan itu merupakan satu-satu­nya ruas yang bisa dilalui oleh pengendara dari Medan hingga Pematang Siantar. Jadi sangatlah lazim jika wa­jah ruas jalan ini selalu di­landa kemacetan baik di jam kerja maupun musim mudik liburan. Jalan ini terdiri dari dua arah dan masing-maisng arah hanya memi­liki satu ruas jalan saja. Berbeda de­ngan jalan di sepanjang Ka­bupaten Deli Serdang atau Lubuk Pakam yang masing-masing terdiri dari dua ruas jalan untuk tiap arah. Nah, harusnya supir lebih mempe­lajari titik-titik daerah dima­na mereka mengemudi. Di Serdang Bedagai harusnya bisa melaju dengan agak lambat, semen­tara di Deli Ser­dang bisa melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Namun, fakta di lapa­ngan mengata­kan bahwa dimana pun supir menge­mudi, mere­ka tetap bersikeras untuk me­ngemudi dengan kecepatan tinggi. Satu tujuannya, tidak mau kalah dengan bus di depan­nya dalam men­dapat­kan pe­num­pang. Jadi tidak salah, jika kece­lakaan pun sering terjadi di jalur ini. Ke­mudian untuk kasus kecela­ka­an di Kabupaten Dairi, me­nurut infor­masi dari saksi-saksi di lapa­ngan mengata­kan bahwa bus komer­sil Dat­ra melaju dengan kece­patan tinggi. Jadi saat truk tanki yang sedang ingin menyelip kedepan tiba-tiba dihantam oleh bus Datra ter­sebut. Al­hasil, bus mini itupun han­cur dan menewaskan 2 korban jiwa. Niat penumpang untuk sampai di tempat tujuan harus berak­hir dengan kece­lakaan maut itu.

Kasus ini hanya segelintir dari kasus-kasus kecelakaan bus komer­sial di Sumatera Utara. Masih banyak lagi kasus yang lebih banyak me­renggut jiwa. Penulis meng­amati bah­wa, pelanggaran-pelanggaran regu­lasi dan etika mengemudi yang dila­ku­kan oleh para supir men­jadi faktor utama kecelakaan di lalu lintas. Selain selip-menyelip, supir sering juga kebut-kebutan dengan bus lainnya,  sering mengantuk, dan melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Revolusi Mental

Menimbang kesalahan-kesalahan fatal para supir ini, dipikir sangat diperlukan revolusi mental untuk para su­pir. Pertama, kepedulian. Kece­la­kaan yang merenggut korban tewas menjadi bentuk ketidak­pedu­lian para supir untuk menghan­tarkan pe­num­pangnya ke tempat tu­juan dengan selamat. Banyak para supir hanya mengejar setoran tanpa mem­perduli­kan kondisi keselamatan pe­num­pangnya. Kedua, arahan dari pemilik CV. Entahlah, kita tidak per­nah tahu apakah ada arahan dan regulasi khu­sus par
a supir yang ditetap­kan oleh pemilik bus itu sen­diri dan kita pun tidak tahu apakah mereka mengerja­kan dan mengeva­luasinya. Kare­na melihat jumlah kecelaka­an lalu lintas tiap tahunnya tetap marak terjadi. Ketiga, penga­wasan dan arahan dari dinas perhubu­ngan. Kita selaku masyarakat awam dan pengguna jasa bus ini juga tidak tahu menahu dengan kontribusi dinas perhu­bungan dalam mengatasi ka­sus-kasus kecelakaan lalu lintas ini. Sebab tidak ada peru­bahan yang signifikan di lapa­ngan terhadap para supir. Bahkan banyak supir, sama sekali tidak jera walau sudah begitu banyak kece­lakaan naas yang me­nimpa bus-bus komersil sejenisnya.

Seperti slogan dalam du­nia perhu­bu­ngan yakni “Da­hulukan keselama­tan”, itu­lah harusnya dipegang erat dan dikerjakan oleh para supir. Hingga pada akhirnya, kita mendapati tingkat ke­celakaan di lapangan menu­run dan kecelakaan pun bisa dicegah. Semoga supir, dinas perhubungan dan masyara­kat bisa bersinergi dalam men­ciptakan kenyamanan berlalu lintas. ***

(Penulis adalah Pemerhati Ling­kungan dan Sosial Alumnus Pendi­dikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Medan. Guru di SMA Swasta Letjen Haryono MT  dan Quantum College)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar